Senin 26 Jul 2021 15:34 WIB

Kasus Kematian Isoman Masih Tinggi Saat BOR RS Makin Turun

Menkes hari ini mengumumkan angka keterisian RS rujukan Covid-19 alami penurunan.

Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama petugas puskesmas mengevakuasi jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman) di rumahnya di Jalan Cibarengkok, Sukajadi, Kota Bandung, Ahad (18/7). aporCovid-19 mencatat total kasus kematian isolasi mandiri (isoman) dan di luar rumah sakit (RS) hingga 25 Juli 2021 pukul 15.45 WIB sebanyak 2.656 kasus. (ilustrasi)
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama petugas puskesmas mengevakuasi jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman) di rumahnya di Jalan Cibarengkok, Sukajadi, Kota Bandung, Ahad (18/7). aporCovid-19 mencatat total kasus kematian isolasi mandiri (isoman) dan di luar rumah sakit (RS) hingga 25 Juli 2021 pukul 15.45 WIB sebanyak 2.656 kasus. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Silvy Dian Setiawan, Wilda Fizriyani, Flori Sidebang, Inas Widyanuratikah, Antara

Pada Ahad (25/7), LaporCovid-19 mencatat total kasus kematian isolasi mandiri (isoman) dan di luar rumah sakit (RS) hingga 25 Juli 2021 pukul 15.45 WIB sebanyak 2.656 kasus. Total kematian ini berasal dari 17 provinsi yang dilacak LaporCovid-19.

Baca Juga

Inisiator LaporCovid-19 Irma Hidayana mengatakan, beberapa alasan pasien isoman tidak mendapatkan perawatan dokter karena masih ditolaknya mereka dari satu RS ke RS lain. Selain itu, kesulitan akses oksigen juga menjadi salah satu alasan angka kematian isoman masih tinggi.

Irma mengatakan, dirinya beberapa kali membawa pasien ke salah satu rumah sakit di Jakarta. Ketika dirinya bertanya ke petugas, ia mendapatkan informasi bahwa oksigen sedang habis. Namun, di saat yang sama ketika dikoordinasi ke dinas setempat, oksigen masih ada namun terbatas.

"Sayang sekali, ini tidak menjadi masalah apabila tidak menyebabkan kematian pada pasien yang membutuhkan oksigen. Masalahnya, banyak pasien yang kemudian meninggal karena akses terhadap kebutuhan oksigen sulit, dan bantuan medis lainnya sangat lambat menuju ke tidak ada," kata Irma, dalam telekonferensi, Ahad (25/7).

Ia meminta agar rumah sakit-rumah sakit di Indonesia berani mengungkapkan ketika terjadi kelangkaan oksigen. Sebab, merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan oksigen masyarakat yang membutuhkan di masa krisis seperti saat ini.

Di laman LaporCovid-19, tercatat jumlah kematian isoman paling banyak terdapat di DKI Jakarta. Walaupun demikian, bukan berarti daerah lain jumlah kematiannya lebih rendah.

LaporCovid-19 menilai, hingga saat ini hanya Pemerintah DKI Jakarta yang secara resmi bersedia membuka datanya. Sementara untuk daerah-daerah lain, LaporCovid-19 menganggap, fenomena kematian pada isoman masih merupakan fenomena gunung es.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui bahwa kasus fatalitas atau kematian pada warga yang tengah menjalani isoman karena keterbatasan ruang perawatanRS di Ibu Kota. Anies menjelaskan selama Juni-Juli, rumah sakit di Jakarta telah mencapai batas maksimum perawatannya, sehingga banyak dari warga yang seharusnya mendapatkan pelayanan di rumah sakit, tidak bisa masuk RS.

"Itulah yang kemudian salah satu sebab kontribusi terhadap kasus-kasus mereka yang isolasi tidak bisa terselamatkan, karena seharusnya mereka berada di rumah sakit," katanya saat webinar gerakan vaksinasi di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Ahad (25/7).

In Picture: Kelangkaan Oksigen Medis Masih Terjadi di Yogyakarta

photo
Warga mengantre isi ulang tabung oksigen di Ninda Oksigen, Yogyakarta, Senin (26/7). Di Yogyakarta kelangkaan oksigen masih terjadi hingga kini. Warga harus mengantre sejak malam untuk mendapatkan jatah isi ulang oksigen. Bahkan beberapa konsumen berasal dari luar Yogyakarta. - (Wihdan Hidayat / Republika)

 

 

Lebih lanjut, Anies menjelaskan, bahwa dalam setiap 1.000 kasus, sekitar 4-5 persen membutuhkan perawatan intensif di ruang unit perawatan intensif (ICU) karena keadaannya berat. Ketika kasus aktif (orang yang menjalani perawatan atau isolasi) mencapai 100 ribu orang seperti beberapa waktu ke belakang, artinya ada sekitar 4.000 hingga 5.000 orang memerlukan ruang ICU, tetapi hanya tersedia sekitar 1.500 kapasitas dan bahkan sampai untuk masuk instalasi gawat darurat (IGD) harus antre.

"Dari situ terlihat bahwa ada gap. Jadi, ini berbeda dengan isolasi mandiri bergejala ringan, sedang, ini adalah mereka-mereka yang seharusnya masuk dalam perawatan, tetapi tempat kita kemarin tidak cukup," ucap Anies.

Kematian pasien Covid-19 saat menjalani isoman di rumah juga dilaporkan terus meningkat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selama Juli 2021 ini, Komandan TRC BPBD DIY, Wahyu Pristiawan Buntoro mengatakan, sudah tercatat lebih dari 400 pasien Covid-19 yang meninggal saat isoman di rumah.

"Dibandingkan Juni, kenaikannya jauh sekali. Juni kemarin (kematian saat isoman) kira-kira hanya setengahnya, kematian di Juli meningkatnya drastis," kata Pris kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (25/7).

Tidak hanya kematian saat isoman, kematian pasien Covid-19 yang tengah mendapatkan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pun juga terus menunjukkan penambahan yang signifikan di DIY. Pri menyebut, per harinya rata-rata pemakaman dengan protokol Covid-19 mencapai 105 jenazah.

"Rata-rata 105 ini termasuk yang meninggal saat isoman maupun meninggal di rumah sakit. Fluktuatif, pernah semalam ada 130 jenazah atau 134, tapi kalau rata-rata 102 atau 105 jenazah per hari," ujarnya.

Meningkatnya kematian Covid-19 ini menjadikan beban kerja yang juga meningkat. Pris menuturkan, penambahan relawan pun dilakukan agar pelayanan tetap berjalan dengan baik.

"Petugas yang ada di manajemen posko (dukungan operasi satgas Covid-19) ada 90 orang. Di luar petugas itu lah para sukarelawan yang kita mobilisasi yang jumlahnya belum pernah kami kekurangan personel maupun kekurangan ambulance," katanya.

Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga menyebut, kenaikan angka kematian yang cukup tinggi di Indonesia saat ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yakni terlambatnya penanganan terhadap pasien di rumah sakit. Selain itu, kasus kematian juga disebabkan karena usia lanjut dan penyakit komorbid yang diderita pasien Covid-19.

"Adanya angka kematian yang cukup tinggi ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor baik karena terlambat dalam rujukan atau penanganan maupun akibat usia lanjut dan riwayat komorbid yang dimiliki penderita," jelas Wiku saat dikonfirmasi, Sabtu (24/7).

Untuk menekan tingginya kasus kematian akibat Covid-19, Wiku menyebut pemerintah akan terus meningkatkan upaya 3T (testing, tracing, treatment) sehingga dapat menangani pasien dengan kasus positif secara dini.

Pemerintah juga akan menambah kapasitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan peluang kesembuhan para pasien.

"Pemerintah terus menggiatkan upaya 3T untuk menjaring secara dini kasus yang ada di lapangan dan menambah kapasitas pelayanan kesehatan agar pasien yang sakit dapat diberikan pelayanan kesehatan yang terbaik sehingga peluang kesembuhan tinggi," ucapnya.

Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia belakangan memang terus mencetakkan rekor terbarunya di tengah penerapan PPKM Level 4. Dari laporan Satgas Penanganan Covid-19, kasus kematian pada Jumat (23/7) pekan lalu sempat melonjak hingga 1.566 orang.

Angka penambahan ini merupakan rekor terbaru setelah pada Kamis (22/7) juga telah menciptakan rekor sebesar 1.449 orang. Sedangkan, pada Rabu (21/7), kasus kematian tercatat sebesar 1.383 orang yang juga merupakan rekor saat itu.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement