REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Selamat Ginting/Wartawan Senior Republika
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sudah di ujung masa dinas militer. Hadi dari Korps Penerbang (angkut) abituren (lulusan) Akademi Angkatan Udara (AAU) 1986. Menyandang jabatan tertinggi di TNI sebagai Panglima TNI. Sudah tiga tahun tujuh bulan Hadi menempati pos nomor satu di Mabes TNI di Cilangkap, Jakarta Timur.
Hadi pernah menjadi Sekretaris Militer Presiden Joko Widodo pada 2015-2016, sekaligus mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Marsekal Muda. Hanya selama satu tahun empat bulan, ia pun mendapatkan promosi kembali menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan (2016–2017), sekaligus kenaikan pangkat menjadi Marsekal Madya. Sangat cepat sekali.
Bukan cuma posisi bintang dua hanya satu jabatan saja. Bintang tiganya pun demikian. Bahkan bintang tiganya hanya dijalaninya selama tiga bulan saja. Hadi pun langsung meroket menjadi KSAU pada Juli 2017. Hanya satu tahun saja sebagai KSAU, ia ditunjuk menjadi Panglima TNI.
BACA JUGA: Pesan Kasad Andika ke Tukang Bangunan yang Jadi Prajurit
Jadi dalam rentang dua tahun Hadi mendapatkan tiga kali kenaikan pangkat sebagai perwira tinggi TNI. Relasinya dengan Presiden Jokowi membuat kariernya sangat mulus. Pertemuan pertama di antara keduanya saat Kolonel (Penerbang) Hadi Tjahjanto sebagai Komandan Lanud Adi Sumarmo di Boyolali dan Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Hadi mengakui saat masih di Solo, ia sering berdiskusi dengan Jokowi. Mereka jumpa kembali saat Presiden Jokowi mengunjungi Malang dan Marsekal Pertama Hadi menjadi Komandan Lanud Abdurachman Saleh, Malang.
Sebagai Komandan Lanud, Marsma Hadi menyambut Presiden Jokowi. Dua bulan setelah pertemuan itu, Hadi ditarik ke Istana sebagai Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres). "Saya sempat terkejut juga, menghadap beliau dan diperintahkan menjadi Sesmil," katanya, suatu ketika.
Komandan Lanud Abdurachman Saleh merupakan jabatan ketiga Hadi sebagai Marsekal Pertama. Yang pertama sebagai Direktur Operasi dan Latihan Badan SAR Nasional (2011-2013). Kemudian menjadi Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau) selama dua tahun (2013-2015).
BACA JUGA: Albertina Ho Bantah Ikut Buat SK Penonaktifan 75 Pegawai KPK
Penerbang tempur
Di era reformasi, Marsekal Hadi merupakan orang kedua dari matra udara yang pernah memimpin TNI. Yang pertama adalah Marsekal Djoko Suyanto pada 2006-2007 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Tepatnya selama 22 bulan. Padahal usia pensiun Djoko Suyanto saat itu, masih satu tahun lagi. Namun ia digantikan oleh Jenderal TNI Djoko Santoso.
Belakangan saat SBY terpilih kembali sebagai presiden melalui pemilu 2009, Djoko Suyanto yang menjadi 'dirijen' lapangan pemenangan Pemilu 2009 untuk SBY, dipercaya menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum, dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Djoko Suyanto dikenal sebagai penerbang pesawat tempur F-5 Tiger II yang berpangkalan di Pangkalan Udara Iswahyudi, Magetan. Penunjukannya sebagai Panglima TNI untuk menggantikan Jenderal TNI Endriartono Sutarto, pada awal tahun 2006 cukup mengejutkan publik. Saat itu Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menolak pencalonan KSAU Marsekal Djoko Suyanto.
Alasannya, sebelumnya Presiden Megawati Soekarnoputri diakhir periode Kepresidenannya tahun 2004, sudah mengajukan KSAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu (KSAD). Sebagai Presiden terpilih hasil pemilu 2004, SBY menarik surat pengajuan dari Megawati.
SBY tetap memperpanjang masa jabatan Jenderal Endri hingga usianya 59 tahun. Kemudian mengajukan nama baru, Djoko Suyanto. Begitu alot proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR pada Februari 2006. Para anggota Komisi I membombardir Djoko dengan berbagai pertanyaan hingga berlangsung selama 13 jam.
Jenderal Endri mengomentarinya sebagai 'ujian' terlama di dunia. "Dan layak masuk Guiness Book," ujarnya, berkelakar. Ya, begitulah kontroversi yang dialami Djoko Suyanto sebagai jenderal Angakatan Udara, jelang dilantik menjadi Panglima TNI. Namun dari sisi jabatan militernya, Djoko Suyanto tidak mengalami kendala.
Ia pernah menjadi Komandan Lanud Iswahyudi, Magetan (1997-1999), Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional I (Pangkosekhanudnas) pada 1999-2001, Panglima Komando Operasi TNI AU II (Pangkoopsau II) pada 2001, Komandan Komando Pendidikan TNI AU (Dankodikau) pada 2001-2002, Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Udara (2002-2004), Kepala Staf TNI Angkatan Udara (2005-2006), dan puncaknya Panglima TNI (2006-2007).
BACA JUGA: Hukum Menikah dengan Orang yang Pernah Berzina
Saat Djoko Suyanto ditunjuk menjadi KSAU, sempat menghebohkan. Sebab, ia melampaui Marsekal Madya TNI Herman Prayitno. Djoko Suyanto tidak pernah menduduki jabatan bintang tiga, baik di lingkungan matra udara maupun Mabes TNI. Jadi dari asisten operasi KSAU dia langsung menjadi KSAU dan dinaikkan pangkatnya menjadi jenderal bintang tiga (Marsekal Madya).
Sekitar 2,5 bulan kemudian, pangkatnya dinaikkan lagi menjadi perwira tinggi bintang empat (Marsekal). Ia cukup lama dalam posisi bintang satu (Marsekal Pertama) selama empat tahun. Begitu juga saat jadi jenderal bintang dua Angkatan Udara (Marsekal Muda) selama empat tahun pula. Dibayar manis hanya selama 2,5 bulan menjadi Marsekal Madya langsung menjadi marsekal penuh.
Navigator
Orang pertama dari matra udara yang pernah memimpin TNI adalah Suryadi Suryadarma. Ia menjadi Ketua Gabungan Kepala-kepala Staf Angkatan (KGKS) pada 1959-1961. Semacam Kepala Staf Gabungan (Kasgab) di Amerika Serikat. Era itu yang menjadi KSAD Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution, KSAL Laksamana R Soebijakto, dan KSAU dirangkap oleh Suryadi Suryadarma.
Ia menggantikan Jenderal AH Nasution yang menjadi KGKS pertama pada 1955-1959. Nasution pun merangkap sebagai KSAD. Hanya Laksamana R Soebijakto yang tidak mendapatkan giliran menjadi KGKS. Padahal Nasution mendapatkan tiga kali giliran sebagai KGKS.
Giliran pertama (1955-1956), giliran kedua (1956-1957), dan giliran ketiga (1958-1959. Sedangkan Suryadi, giiliran pertama (1959-1960), dan giliran kedua (1960-1961). Suryadi terlahir dengan ejaan nama Elang Soeriadi Soeriadarma. Elang adalah gelar kebangsawanan yang ada di Keraton Kanoman Cirebon yang berarti Raden.
Namanya kemudian disesuaikan dengan ejaan baru menjadi Raden Suryadi Suryadarma. Ia mengawali pendidikan militer di KMA (Koninklijke Militaire Academie), yang saat itu hanya ada di Breda, Belanda, pada 1931 dan lulus menjadi Letnan Dua pada 1934.
Setelah lulus, ia ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmegen. Baru satu bulan kemudian, tepatnya di bulan Oktober, 1934, ia dipindahkan ke Batalyon I Infanteri di Magelang sampai November 1936. Ia kemudian mendaftarkan diri ke Sekolah Penerbang (Vliegschool) di Kalijati bagi tentara Hindia Belanda.
Proses seleksi awalnya ia mengalami kegagalan pada fase tes Kesehatan. Ia dinyatakan menderita malaria dan sedang kambuh. Tahun depannya, ia melamar lagi, tetapi ditolak dengan alasan belum sembuh dari sakit malarianya. Barulah pada kesempatan ketiga, ia lolos dari tes kesehatan dan memulai pendidikan penerbang di Sekolah Penerbang Kalijati, pada Desember 1937.
Ia diterima sebagai navigator. Sesungguhnya ia diterima sebagai penerbang, namun tidak diizinkan karena bukan orang Belanda. Diskriminasi masih berlaku kuat era itu bagi warga pribumi. Suryadi turut serta dalam operasi pengeboman kapal-kapal tentara Jepang, yang berjumlah tidak kurang dari 50 buah di atas langit yang cerah di Pulau Tarakan, Borneo, pada 13 Januari 1942.
Dalam operasi pengeboman ini, Suryadi bertindak sebagai navigator dan berpangkat Luitenant Waarnemer. Dari ketiga pesawat Martin B-10, Belanda yang dikirimkan untuk operasi ini, hanya satu yang selamat dan diawaki oleh Suryadi Suryadarma.
Atas jasa keberanian yang luar biasa ini, Suryadi Suryadarma mendapatkan medali Het Bronze Kruis atau The Bronze Cross, sebuah tanda jasa khusus dalam bidang militer dan hanya dianugerahkan untuk mereka yang memperlihatkan keberanian luar biasa terhadap musuh.
Jadi, Suryadi tercatat dalam sejarah sebagai KSAU pertama dan KGKS setingkat Panglima TNI yang berasal dari Korps Navigator. Sebuah korps pemandu atau penentu kedudukan dan arah perjalanan, baik di medan sebenarnya atau di peta. Navigator adalah untuk memberitahu posisi kapal atau pesawat sepanjang waktu.
Tugasnya meliputi merencanakan perjalanan, menasehati pilot pesawat atau komandan pesawat tentang jangka waktu menuju tempat tujuan selama dalam berjalanan, dan memberitahukan bahaya-bahaya agar dapat dihindari.
Para KSAU setelah Suryadi, semuanya berasal dari Korps Penerbang. Utamanya penerbang tempur. Begitu juga KSAU yang kemudian menjadi Panglima TNI, berasal dari Korps Penerbang. Marsekal Djoko Suyanto berasal dari Korps Penerbang (tempur) dan Marsekal Hadi Tjahjanto dari Korps Penerbang (angkut).
BACA JUGA: Makan di Warteg 9 Menit? Anies: Insya Allah Bisa...
Insinyur tempur
Ada sejumlah korps utama di masing-masing matra darat, laut, dan udara. Korps Infanteri di TNI Angkatan Darat, Korps Pelaut di TNI Angkatan Laut, dan Korps Penerbang di TNI Angkatan Udara. Karena itu pula, pimpinan masing-masing matra, mayoritas dipegang oleh perwira tinggi tiga korps tersebut. Begitu juga dengan pimpinan tertinggi di Mabes TNI.
Namun dalam sejarah, Mabes TNI pernah dipimpin jenderal dari Korps Zeni Angkatan Darat dan Korps Navigator Angkatan Udara. Letnan Jenderal Tahi Bonar (TB) Simatupang menjadi pengganti Panglima Besar Jenderal Soedirman pada 1950 hingga November 1953. Hal ini terjadi setelah Jenderal Soedirman wafat pada Januari 1950, karena sakit.
TB Simatupang adalah abituren dari KMA atau Akademi Militer Belanda di Bandung pada 1942 dari Korps Zeni. Makna korps ini artinya insinyur teknik tempur. Simatupang lulusan kedua terbaik, sedangkan lulusan terbaik pertama asal Belanda. Diskriminasi masih terjadi, mestinya Simatupang sebagai lulusan terbaik. Ia teman satu lichting (sekelas) dengan AH Nasution. Namun Nasution dari Korps Infanteri.
Simatupang ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KSAP) setelah Panglima Besar Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia menjadi KSAP hingga tahun 1953. Jabatan KSAP secara hierarki organisasi pada waktu itu berada di atas KSAD, KSAL, dan KSAU. Namun berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Letnan Jenderal TB Simatupang menjadi perwira Korps Zeni yang pertama menjadi orang nomor satu di Mabes TNI. Sedangkan Jenderal GPH Djatikusumo menjadi perwira Korps Zeni yang pertama menjadi KSAD. Sekaligus KSAD pertama pada pada 1948-1949.
Kelak, Jenderal Try Sutrisno, abituren Akmil Bandung 1959, berhasil menjadi KSAD pada 1986-1988, dan panglima ABRI 1988-1993. Akmil Bandung, awalnya bernama Akademi Genie Angkatan Darat (AGIAD), diubah menjadi Akademi Zeni Angkatan Darat (Aziad). Lau diubah lagi menjadi Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad), terakhir diubah menjadi Akademi Militer (Akmil) Jurusan Teknik (Jurtek).
Selebihnya, Panglima TNI dari Angkatan Darat berlatar Korps Infanteri. Ada pula Jenderal Budiman, abituren Akmil 1978, menjadi KSAD pada 2013-2014.
Korps Zeni merupakan salah satu kecabangan tertua di Angkatan Darat. Sebagai satuan bantuan tempur, korps ini memiliki sembilan tugas pokok.
Di antaranya, konstruksi, destruksi, rintangan, samaran, penyeberangan, penyelidikan, perkubuan, penjinakan bahan peledak (jihandak), serta nuklir-biologi-kimia (Nubika) pasif. Personel maupun satuan Zeni merupakan kedua terbanyak setelah Infanteri. Melebihi Kavaleri, Artileri Medan (Armed), maupun Artileri Pertahanan Udara (Arhanud).
Sebenarnya bukan hal aneh ketika jenderal dari Korps Zeni menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat maupun Angkatan Bersenjata di sebuah negara. Di sejumlah negara juga pernah terjadi, seperti di Australia, Amerika Serikat dan lain-lain. Yang fenomenal tentu saja Jenderal Besar Douglas MacArthur yang pernah menjadi KSAD dan panglima perang di Amerika Serikat.
Panglima TNI atau jabatan setingkat dari masa ke masa
Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
1. Jenderal TNI Soedirman 12-11-1945 sampai 26-01-1950 TNI-AD Infanteri
Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP)
2. Letjen TNI TB Simatupang 29-1-1950 sampai 4-11-1953 TNI-AD Zeni
Ketua Gabungan Kepala-Kepala Staf Angkatan (KGKS)
3. Jenderal TNI AH Nasution Des 1955 sampai Juli 1959 TNI-AD Infanteri
4. Marsekal TNI E Suryadi Suryadarma Juli 1959 sampai Desember 1961 TNI-AU Navigator
Kepala Staf Angkatan Bersenjata (KSAB)
5. Jenderal TNI AH Nasution Juni 1962 sampai Februari 1966 TNI-AD Infanteri
Panglima ABRI
6. Jenderal TNI Soeharto Juni 1969 sampai 28-3-1973 TNI-AD Infanteri
7. Jenderal TNI Maraden Panggabean 28-3-1973 sampai 17-4-1978 TNI-AD Infanteri
8. Jenderal TNI M Jusuf 17-4-1978 sampai 28-3-1983 TNI-AD Infanteri
9. Jenderal TNI LB Moerdani 29-3-1983 sampai 27-2-1988 TNI-AD Infanteri
10. Jenderal TNI Try Sutrisno 27-2-1988 sampai 19-2-1993 TNI-AD Zeni
11. Jenderal TNI Edi Sudrajat 19-2-1993 sampai 21-5-1993 TNI-AD Infanteri
12. Jenderal TNI Feisal Tanjung 21-5-1993 sampai 12-2-1998 TNI-AD Infanteri
13. Jenderal TNI Wiranto 16-2-1998 sampai 26-10-1999 TNI-AD Infanteri
Panglima TNI
14. Laksamana TNI Widodo AS 26-10-1999 sampai 7-6-2002 TNI-AL Pelaut
15. Jenderal TNI Endriartono Sutarto 7-6-2002 sampai 13-2-2006 TNI-AD Infanteri
16. Marsekal TNI Djoko Suyanto 13-2-2006 sampai 28-12-2007 TNI-AU Penerbang
17. Jenderal TNI Djoko Santoso 28-12-2007 sampai 28-9-2010 TNI-AD Infanteri
18. Laksamana TNI Agus Suhartono 28-9-2010 sampai 30-8-2013 TNI-AL Pelaut
19. Jenderal TNI Moeldoko 30-8-2013 sampai 08-7-2015 TNI-AD Infanteri
20. Jenderal TNI Gatot Nurmantyo 8-7-2015 sampai 8-12-2017 TNI-AD Infanteri
21. Marsekal TNI Hadi Tjahjanto 8-12-2017 sampai kini TNI-AU Penerbang
22. ?