REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- BioNTech ingin meneruskan kesuksesan setelah mampu membuat vaksin Covid-19. BioNTech berencana mengembangkan vaksin mRNA untuk mengatasi malaria.
Bersamaan dengan vaksin mRNA HIV dan tuberkulosis, BioNTech telah mengumumkan pengembangan vaksin malaria. Proyek ini merupakan bagian dari inisiatif yang lebih besar untuk memberantas malaria.
"Kami sangat bersyukur menjadi bagian dari upaya bersama dari proyek Pemberantasan Malaria," kata CEO BioNTech Ugur Sahin dilansir dari New Atlas pada Selasa (27/7).
BioNTech juga bekerja sama dengan WHO dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika untuk mendirikan fasilitas produksi mRNA di Afrika. Tujuannya untuk meningkatkan akses vaksin di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sehingga ketika kandidat vaksin terbukti berhasil dalam uji coba, vaksin itu dapat diproduksi dan didistribusikan dengan cepat di tempat-tempat yang paling membutuhkannya.
"Bersama dengan mitra kami, kami akan melakukan apa pun untuk mengembangkan vaksin malaria berbasis mRNA yang aman dan efektif yang akan mencegah penyakit, mengurangi kematian, dan memastikan solusi berkelanjutan untuk benua Afrika dan wilayah lain yang terkena penyakit ini," ujar Sahin.
Sahin mengungkapkan, tantangan mengembangkan vaksin malaria mRNA yang efektif adalah mencari antigen terbaik untuk digunakan dalam vaksin. Vaksin mRNA Covid-19 saat ini, misalnya, mengarahkan pabrik protein di dalam sel untuk menghasilkan protein lonjakan virus corona. Sebagian besar vaksin malaria dalam pengembangan mengajarkan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali protein circumsporozoite (CSP).
"Protein ini disekresikan oleh parasit malaria pada tahap awal infeksi," ucap Sahin.
BioNTech belum memutuskan target antigen spesifik apa yang akan digunakan vaksin malarianya. Tetapi, beberapa target saat ini sedang diselidiki, termasuk CSP dan antigen lain yang belum terungkap. Antigen yang paling menjanjikan dari pekerjaan pra-klinis akan dipilih untuk uji coba manusia yang akan dimulai pada tahun 2022.
Tercatat, Ini bukan satu-satunya vaksin malaria mRNA yang saat ini sedang dikembangkan. Bulan lalu kandidat lain menerbitkan hasil praklinis yang positif. Kandidat mRNA itu menargetkan protein circumsporozoite, namun masih jauh dari uji klinis manusia.
Proyek yang lebih besar untuk memberantas malaria melibatkan partisipasi dari Uni Eropa, Bank Investasi Eropa dan Yayasan Bill and Melinda Gates.
Sementara itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, tujuan pemberantasan malaria tidak akan mudah. Namun, ia optimistis munculnya teknologi mRNA membuat ini menjadi kemungkinan yang realistis.
"Malaria telah bersama kami selama ribuan tahun. Memberantasnya telah menjadi mimpi yang sudah lama dipegang tetapi tidak dapat dicapai. Teknologi baru seperti mRNA membuat apa yang dulunya fantasi menjadi sebuah kemungkinan," ujar Tedros.