REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pengadilan Israel menjatuhkan hukum delapan bulan penjara pada seorang perempuan yang 'mencari petualangan' dengan menyeberang secara ilegal ke Suriah. Surat kabar Haaretz melaporkan vonis ini jatuhkan Pengadilan Nazareth.
"(Tersangka) menyeberang dengan ilegal ke perbatasan Suriah, melanggar undang-undang yang mengatur masuk ke Israel, melanggar perintah hukum dan mengintervensi tugas petugas polisi," kata laporan Haaretz seperti dikutip al Monitor, Selasa (27/7).
Media-media Israel melaporkan tersangka yang berusia 25 tahun memiliki sejarah gangguan mental. Militer yang melarang wartawan mempublikasikan nama atau foto tersangka mengatakan perempuan itu masuk ke Dataran Tinggi Golan pada awal Februari.
Pihak berwenang Suriah melaporkan menangkap perempuan itu di Desa Druze, Harder dan menginterogasinya karena dicurigai sebagai mata-mata. Mediator Rusia di Suriah mengontak Israel tentang penahanan perempuan tersebut.
Dengan perjanjian yang dimediasi Moskow, perempuan tersebut dibebaskan pada 19 Febuari. Sebagai gantinya Israel membebaskan beberapa tahanan Suriah. Pemerintah Israel juga dilaporkan membeli ratusan ribu dosis vaksin virus corona untuk Suriah.
Perdana Menteri Israel saat itu Benjamin Netanyahu membantah pembelian vaksin bagian dari kesepakatan dengan Suriah. Akan tetapi ia membantah membeli dosis vaksin Rusia.
Saat kembali pulang ke Israel, perempuan itu kembali diinterogasi badan keamanan Israel, Shin Bet. Dilaporkan perempuan itu mengaku tidak menyesal datang ke Suriah.
"Saya mencari petualangan dan tidak berniat bertemu siapa pun. Suriah bagi saya hanya destinasi perjalanan lainnya," kata perempuan tersebut seperti dilaporkan Channel 12.
Dalam unggahan di media sosial, perempuan yang dilaporkan fasih berbahasa Arab itu melakukan perjalanan melalui Tepi Barat. Channel 13 melaporkan di Facebook perempuan tersebut sempat menulis 'tidak ada pagar yang dapat menghentikan saya'.
Pihak berwenang Israel mengatakan perempuan itu sudah dua kali mencoba masuk ke Jalur Gaza. Jurnalis yang dekat dengan Hizbullah juga mengatakan perempuan tersebut sempat terlihat di perbatasan Lebanon pada Oktober 2020 lalu.