Selasa 27 Jul 2021 15:42 WIB

Cerita RS Kehabisan Oksigen, Pasien Covid-19 Pun Meninggal

Krisis oksigen suatu daerah bisa menjadi indikator lonjakan kasus Covid-19.

Red: Andri Saubani
Sejumlah tabung oksigen saat penyerahan barang bukti tabung oksigen hasil pengungkapan kasus tindak kejahatan di Jakarta, Selasa (27/7). Kriris oksigen medis hingga kini masih terjadi di RS-RS rujukan Covid-19 di Indonesia. (ilustrasi)
Foto:

Ketua Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Moh. Adib Khumaidi menyebut, meningkatnya kebutuhan oksigen di satu wilayah bisa menjadi salah satu indikator adanya peningkatan kasus di sana. Ada beberapa daerah yang kini tengah mengalami kenaikan kasus Covid-19.

"Salah satu indikator yang bisa kita lihat adalah saat di dalam satu wilayah sudah ada permasalahan misalnya oksigen saja, dua hari yang lalu teman-teman di Kalimantan Selatan ada yang teriak masalah oksigen. Kalau ada peningkatan kebutuhan oksigen supply dan demand-nya, berarti pasiennya banyak. Di daerah Kalimantan Selatan ada kenaikan kasus," kata dia dalam konferensi pers daring yang digelar IDI, Selasa (27/7).

Adib mengatakan, selain Kalimantan Selatan, saat ini ada juga beberapa wilayah yang dilaporkan mengalami kenaikan kasus yakni Yogyakarta, Solo, Jambi, Palembang dan Kendari. Terkait ini, menurut Adib, Indonesia sebenarnya sudah mempunyai sistem dalam suplai kebutuhan seperti oksigen dan obat sehingga masalah kelangkaan seperti beberapa waktu lalu tak kembali terjadi.

"Antisipasi harus kita lakukan. Kita sudah punya sistem sebenarnya. Kami selalu berkomunikasi dengan Kementerian Kesehatan masalah oksigen, obat. Seharusnya bisa menjadi sistem yang sudah terbangun untuk kemudian menyelesaikan masalah di luar Jawa tadi," tutur dia.

Daerah yang tengah mengalami krisis oksigen adalah Nusa Tenggara Barat (NTB). Dinas Kesehatan NTB menyatakan, ketersediaan oksigen di wilayahnya mulai menipis seiring melonjaknya angka pasien Covid-19.

"Kalau saya ibaratkan persediaan oksigen kita ini seperti lampu kuning. Dalam artian kita waspada terhadap oksigen ini," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr Lalu Hamzi Fikri usai mengikuti rapat koordinasi evaluasi penangangan Covid-19 di NTB yang dilaksanakan di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Senin (26/7).

Lalu menyatakan, menipisnya persediaan oksigen itu tidak terlepas tingginya permintaan oksigen oleh rumah sakit seiring melonjaknya pasien positif Covid-19 yang mendapat perawatan. "Konsumsi terbanyak itu di RSUD Provinsi NTB dan RSUD Kota Mataram karena merupakan rumah sakit rujukan Covid-19 dan banyak menangani pasien pasien Covid-19," ucapnya.

Menurut Lalu, ketersediaan oksigen di NTB sebanyak 220 ton. Sedangkan, permintaan oksigen karena lonjakan kasus Covid-19 menjadi 80 sampai 120 ton sebulan, bahkan hingga 160 ton.

"Rata-rata kebutuhan rumah sakit sehari itu 8 ton. Sehingga bisa dibayangkan sebulan berapa kita butuhkan oksigen karena ada lonjakan kasus sehingga kebutuhan oksigen menjadi over kapasitas. Sementara persediaan tidak banyak," kata lalu.

Di Kalimantan Tengah (Kalteng), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti Syamsul mengatakan, stok oksigen saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar tujuh hari.

"Memang daya tahannya itu tinggal tujuh hari, tepatnya tujuh hari enam jam untuk se-Kalimantan Tengah," katanya di Palangka Raya, Senin.

Namun demikian, Senin ini diperkirakan ada tambahan masuk dari pihak penyalur atau distributor. Ia juga sudah melaporkan kepada pimpinan, agar seperti perusahaan tambang, peleburan emas hingga besi yang mestinya memiliki persediaan oksigen, harusnya bisa dipinjam terlebih dahulu.

"Sangat berisiko kalau sampai kehabisan oksigen, karena kebutuhan oksigen terkait penanganan Covid-19 ini begitu luar biasa," tegasnya.

Suyuti menjabarkan, jika rata-rata penyakit biasa hanya menghabiskan 4-5 liter per menit, pasien Covid-19 ada yang bahkan sampai 48 liter per menit sehingga tentunya oksigen akan cepat habis. Suyuti berharap agar dalam waktu dekat segera mendapat tambahan lagi guna memenuhi kebutuhan oksigen khususnya dalam penanganan kasus Covid-19.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, kebutuhan oksigen sebelum masa lebaran mencapai sebanyak 400 ton per harinya, namun kini meningkat menjadi 2.500 ton per hari. Sementara, kapasitas produksi di Indonesia sendiri hanya sebesar 1.700 ton per hari.

“Sehingga kita ada gap. Karena sama seperti obat, kenaikannya tinggi sekali,” kata Budi saat konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (26/2).

Pemerintah pun melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen medis di dalam negeri, salah satunya yakni mengimpor oksigen konsentrator. Oksigen konsentrator ini dapat digunakan di rumah ataupun di rumah sakit. Setiap 1.000 oksigen konsentrator mampu memproduksi sekitar 20 ton oksigen per hari.

Saat ini, bantuan oksigen konsentrator mulai berdatangan di Indonesia. Pemerintah juga telah menerima donasi 17 ribu oksigen konsentrator. Namun jumlah ini masih belum mencukupi, sehingga pemerintah juga membeli 20 ribu unit oksigen konsentrator yang nantinya akan didistribusikan ke seluruh rumah sakit dan tempat isolasi.

“Jadi kita menghilangkan kebutuhan tabung yang besar-besar, kita menghilangkan kebutuhan transportasi logistik yang juga susah, kita juga menghilangkan kebutuhan pabrik-pabrik oksigen besar yang harus kita bangun dengan cepat,” ungkap dia.

photo
Infografis: Kasus sembuh dan meninggal jadi rekor pekan lalu - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement