REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Agus Fitrianto, Praktisi Pendidikan dan Kesehatan Anak, Dosen Pendidik Klinik di FK UNSOED/RSMS Purwokerto, dan anggota IDAI Jawa Tengah
Kala itu, tepatnya bulan Dzulqo’dah tahun 6 Hijriyah, kaum muslim Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW berencana melaksanakan ibadah haji dan umrah. Kabar mengenai rencana tersebut sampailah ke telinga masyarakat Quraisy di Makkah. Mereka menaruh curiga terhadap pergerakan kaum muslimin yang ditengarai bisa menjadi siasat belaka dalam usaha menembus jantung pertahanan kota Makkah.
Demi menghilangkan prasangka dari kaum Quraisy, Nabi pun melarang kaum muslimin membawa persenjataan perang. Mereka hanya diperbolehkan membawa hewan qurban dan pedang sekadarnya untuk memotong qurban tersebut. Pakaian yang dikenakan kaum muslimin pun hanya sebatas pakaian ihram. Maka tidak ada alasan bagi Quraisy untuk menghalangi rombongan haji kaum muslimin tahun itu.
Namun, para elite Quraisy tetap bergeming pada pendiriannya untuk melarang kaum Muslimin masuk ke kota Makkah. Sepertinya mereka masih trauma dengan kekalahan di perang Badar sebelumnya dimana sebanyak 313 orang pasukan muslimin dengan persenjataan seadanya mampu mengalahkan 1000 orang pasukan lengkap Quraisy yang berniat menghapus eksistensi Islam dari muka bumi. Sebagai langkah antisipasi, kaum Quraisy pun bersiaga kembali dengan menyiapkan pasukan perang untuk menghadang rombongan haji dari Madinah tersebut.
Nabi mengutus Utsman bin Affan guna menjelaskan misi damai kedatangan Nabi kepada suku Quraisy. Lobi Nabi melalui Utsman terkait permintaan berhaji kaum muslimin tetap ditolak mentah-mentah.
Bahkan terdengar berita bahwa Utsman bin Affan tertawan dan dibunuh oleh kaum Quraisy. Menyikapi situasi tersebut, Nabi segera memerintahkan rombongannya untuk melakukan ikrar kesetiaan (bai’atur ridhwan) guna mengantisipasi hal-hal yang bisa membahayakan keselamatan jiwa kaum muslimin. Kaum Quraisy yang mendengar informasi itu menjadi gentar sehingga membebaskan Utsman bin Affan serta mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian damai dengan Nabi SAW.