REPUBLIKA.CO.ID, Peristiwa jatuhnya benda antariksa di Indonesia bukan hal baru di Indonesia. Beberapa kali terdengar pemberitaan jatuhnya meteorit dengan berbagai ukuran di sejumlah daerah.
Pada awal tahun ini telah ditemukan tiga pecahan meteorit di salah satu wilayah Lampung. Pecahan-pecahan tersebut telah menimbulkan kegemparan bagi masyarakat sekitar. Benda antariksa ini ini dilaporkan telah menyebabkan timbulnya kawah di sawah milik salah satu warga.
"Dan ada yang jatuh sehingga menyebabkan atap rusak. Seprai terbakar, atap bolong," kata Koordinator Pengembangan Observatorium Astronomi ITERA Lampung, Robiatul Muztaba dalam kegiatan diskusi secara daring, beberapa waktu lalu.
Beruntungnya, peristiwa jatuhnya benda antariksa di kediaman masyarakat tidak menimbulkan dampak signifikan. Penghuni secara kebetulan sedang tidak berada di rumah pribadinya. Jika dia sedang di lokasi kejadian, kepala yang bersangkutan bisa saja terluka.
Melihat situasi tersebut, Robiatul menilai, sudah seharusnya menjadi perhatian publik. Masyarakat harus tahu bagaimana bersikap saat menemukan pecahan meteorit di lingkungannya. Pasalnya, terdapat segelintir warga yang lebih memilih menjual pecahan tersebut kepada pihak asing.
Terakhir, Robiatul menerima laporan, meteorit yang ditemukan warga di Lampung sudah dijual kepada kolektor. Benda antariksa tersebut dijual dengan harga Rp 300 juta. Hasil penjualan tersebut digunakan untuk memperbaiki rumah warga yang tertimpa meteorit, pembangunan masjid dan jalan.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Profesor Thomas Djamaluddin menegaskan, permasalahan antariksa sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang keantariksaan. Aturan tersebut menyebutkan, benda jatuh dari langit seperti meteorit seharusnya tidak boleh diambil atau dipindahkan. "Wajib melaporkan ke aparat setempat kemudian wajib melaporkan ke Lapan," ucap Thomas.
Pelaporan ini penting dilakukan untuk melindungi warga dari kemungkinan bahaya objek. Hal ini terutama dari sampah-sampah antariksa buatan yang berpotensi mengandung racun radioaktif. Oleh karena itu, warga tidak boleh sembarang mengambil demi keselamatan bersama.
Benda antariksa yang jatuh ke bumi pada dasarnya bukan hanya berupa meteorit. Ada pula sampah antariksa buatan seperti sisa roket, komponen satelit yang sudah tidak terpakai dan sebagainya. Dari aspek-aspek ini, pengambilan benda antariksa yang jatuh pun harus melalui penanganan dari ahli.
Jika Lapan tidak menemukan hal yang mengkhawatirkan, maka benda antariksa bisa dikembalikan kepada warga. Selain menelisik potensi bahaya benda, Lapan juga harus menelisik kandungan semisal meteorit. Apabila menemukan hal menarik, maka tidak menutup kemungkinan Lapan membawa meteorit untuk diteliti lebih lanjut.
Hampir 90 persen meteorit yang jatuh di bumi berbahan batuan sedangkan lainnya logam. Jika berbahan batuan, Lapan biasanya tidak mengambilnya karena penelitian tersebut sudah terlalu umum. Oleh karena itu, benda tersebut akan langsung dikembalikan kepada warga penemu meteorit.
Namun untuk kolektor, meteorit berbahan batuan tetap memiliki nilai tersendiri. Apalagi benda antariksa tersebut telah menyebabkan kerusakan rumah. "Kalau yang (kerusakan) sawah nggak diburu karena yang biasanya (diambil) yang punya nilai tertentu Sesungguhnya bukan nilai meteorit, tapi lebih ke kejadiannya. Yang jatuh ke rumah," ungkapnya.
Meteorit yang menarik bagi Lapan biasanya berbahan logam atau besi. Bahan tersebut sangat langka dan bisa menimbulkan bahaya sehingga harus diamankan dan diteliti lebih lanjut. Selain itu, meteorit berukuran besar juga menjadi daya tarik bagi para peneliti.
Jika warga menemukan meteorit yang berkategori tersebut, maka mereka wajib menyerahkan ke Lapan. Sebelum menyerahkan, warga bisa melaporkan penemuan tersebut ke aparat setempat untuk diberi pembatas. "Dan ketika batasan itu ada yang maksa ambil, itu bisa kena pidana penjara enam bulan, denda Rp 500 juta," jelas Thomas.