REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Iran memicu kontroversi pada Olimpiade Tokyo 2020 setelah mendapatkan emas pertama dari nomor pistol udara 10 meter. Pasalnya, sang pemenang dituding anggota Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yang terlatih menggunakan senjata dan dianggap punya kemampuan di atas rata-rata para atlet menembak.
Dilansir dari laman Al Arabiya, atlet berusia 41 tahun bernama Javad Foroughi memenangkan emas dengan skor 244,8 di final yang berlangsung pada Sabtu (24/7). Ini merupakan keikutsertaannya yang pertama di Olimpiade. Medali perak diraih atlet asal Serbia, Micke Dhamir dan perunggu diraih atlet China, Pang Wei.
Medali pertama Iran ini dikecam oleh aktivis organisasi United For Navid. Dalam keterangan di laman resminya, United For Navid adalah grup yang berisi aktivis dan para atlet Iran yang dipimpin oleh sosok bernama Masih Alinejad. Tujuan pergerakan United For Navid adalah agar Iran dilarang berkompetisi di bawah Komite Olimpiade Dunia (IOC) dan FIFA. Organisasi yang bermarkas di Amerika Serikar ini dibentuk merespons eksekusi mati dari pemerintah Iran terhadap pegulat negara mereka Navid Afkari serta perlakuan diskriminatif terhadap perempuan.
Dalam pernyataannya yang dikirimkan ke sejumlah media, mereka menyebut kemenangan Foroughi sebagai bencana, tidak hanya bagi olahraga Iran, melainkan juga dunia. Menurut mereka, reputasi dari IOC juga dipertaruhkan. Sebab, di mata mereka IRGC tak lebih dari sekelompok teroris.
"Foroughi adalah anggota lama dari organisasi teroris ini. IRGC memiliki sejarah kekerasan dan pembunuhan tidak hanya pada orang Iran dan pendemo tapi juga orang-orang tidak bersalah di Suriah, Irak, dan London," tulis pernyataan United For Navid, dikutip dari Al Arabiya.
Foroughi dilaporkan media-media Iran bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Baghiyyatollah milik IRGC di Teheran. Media Iran menyebut Foroughi berlatih menembak di ruang bawah tanah rumah sakit.
United For Navid menyebutkan bahwa sebelumnya telah mengirim surat pada IOC pada awal tahun ini. Surat itu berisi tentang peringatan kemungkinan kehadiran militer hingga politisi sebagai perwakilan atlet Iran.
"Pejabat IOC tidak pernah mengambil tindakan apa pun. Kami mendesak untuk melakukan penyelidikan dan sampai penyelidikan selesai, harus ada penangguhan penyerahaan medali apa pun," desak United For Navid.
Di sisi lain, Foroughi mendedikasikan kemenangan itu bagi Imam Syiah dan Pemimpin Iran, Ali Khamenei. "Saya mendedikasikan medali saya untuk Imam Mahdi dan pemimpin (tertinggi) saya," kata Foroughi.
Foroughi mengatakan dia pernah dikirim ke Suriah sebagai anggota tim medis IRGC. Dia berangkat pada 2012 dan hanya dua tahun di sana, seolah membantah tudingan dia sosok sniper berdarah dingin.