Rabu 28 Jul 2021 11:22 WIB

Dewan Keamanan PBB Didesak Dorong Gencatan Senjata Myanmar

Myanmar menghadapi peningkatan kasus dan kematian akibat Covid-19

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.
Foto: EPA
Demonstran menunjukkan salam tiga jari dalam aksi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar pada 3 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Tom Andrews, meminta Dewan Keamanan dan negara-negara anggota untuk mendorong gencatan senjata akibat darurat Covid-19 di Myanmar. Desakan itu melihat meningkatnya infeksi dan kematian akibat Covid-19 di Myanmar.

Dalam sebuah pernyataan dari Jenewa dikutip dari Anadolu Agency, Andrews menuding pemerintah junta atau Dewan Administrasi Negara (SAC) meningkatkan serangannya terhadap petugas kesehatan. Padahal, mereka merupakan garda terdepan yang sangat dibutuhkan dalam memerangi pandemi Covid-19 yang menghancurkan Myanmar.

Baca Juga

"Kebutuhan mendesak bagi negara-negara anggota untuk menggunakan semua alat PBB, termasuk pengesahan resolusi yang menuntut SAC segera menghentikan semua serangan," ujar Andrew.

Menurut PBB, pasukan Junta telah terlibat dalam setidaknya 260 serangan terhadap personel dan fasilitas medis, yang merenggut nyawa sedikitnya 18 orang. "Lebih dari 600 profesional perawatan kesehatan saat ini menghindari surat perintah penangkapan yang luar biasa dan setidaknya 67 ditahan oleh pasukan junta," ujarnya.

Andrew memperingatkan terlalu banyak orang di Myanmar yang meninggal secara sia-sia dan terlalu banyak lagi yang akan mati tanpa tindakan oleh PBB. "PBB harus segera bertindak untuk menghentikan serangan, pelecehan, dan penahanan junta militer di tengah krisis Covid-19," katanya.

Myanmar telah melaporkan 274.155 kasus virus corona, termasuk 7.507 kematian. Situasi virus di negara itu memburuk dengan permintaan oksigen di tengah meningkatnya kasus.

"Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak boleh berpuas diri sementara junta dengan kejam menyerang tenaga medis ketika Covid-19 menyebar tanpa terkendali," ujar Andrews.

PBB, menurut Andrew, harus bertindak untuk mengakhiri kekerasan itu sehingga dokter dan perawat dapat memberikan perawatan yang menyelamatkan jiwa. Sedangkan, organisasi internasional dapat membantu memberikan vaksinasi dan perawatan medis terkait. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement