REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) 2021 menghasilkan lima rekomendasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Lima rekomendasi tentang implementasi Kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM) tersebut dinilai layak ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek).
“Kami menilai Forum Rektor Indonesia mampu memotret secara tepat kendala implementasi dari Kebijakan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka yang menjadi program andalan Mas Menteri Nadiem Makarim. Oleh karena lima rekomendasi yang diberikan layak untuk diakomodasi dalam rencana kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Kemendikbud Ristek,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Rabu (28/7).
Dalam Konferensi Forum Rektor Indonesia pada Selasa (27/7), menghasilkan lima rekomendasi. Adapun lima rekomendasi ini meliputi desakan pemberian otonomi kampus yang lebih besar, perlunya regulasi dan deregulasi kebijakan di bidang pendidikan, perlunya penguatan pendidikan karakter dan kebudayaan, penguatan hubungan kampus dan dunia industi, serta perluasan alokasi finansial untuk pendidikan. Rekomendasi ini disampaikan langsung ketua FRI 2020-2021 Prof Ari Satria di akhir masa jabatannya. Kini, Ketua FRI 2021-2022 dijabat Rektor UGM Panut Mulyono.
Huda mengatakan, secara umum program Merdeka Belajar dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim memang belum sepenuhnya tuntas. Salah satu contohnya hingga saat ini konsep dasar Program Merdeka Belajar belum tersampaikan secara komprehensif ke Komisi X DPR.
“Padahal dasar hukum ini penting karena di level implementasi kebijakan dari program tersebut ada penggunaan anggaran negara,” katanya.
Huda melanjutkan, dalam tataran implementasi kebijakan di level perguruan tinggi melalui program MBKM. Belum ada kebijakan komprehensif sehingga program MBKM yang meliputi kemudahan pembukaan program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi belum optimal diterapkan di lapangan.
“Di sinilah urgensi rekomendasi dari Forum Rektor Indonesia di mana kelima poin tersebut bisa menjadi menciptakan ekosistem kampus yang lebih acceptable terhadap program MBKM,” katanya.
Dia sepakat dengan pandangan FRI yang meminta pemerintah saat ini fokus membantu dosen dan mahasiswa yang terdampak Pandemi Covid-19. Menurutnya, saat ini banyak mahasiswa yang terancam putus kuliah karena kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) maupun SPP. Selain itu banyak di antara mereka yang tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring karena kesulitan membeli kuota internet.
“Khusus untuk UKT ini kami merasa perlu Kemendikbud Ristek untuk mempunyai kebijakan di tingkat nasional karena saat otoritas pemberian UKT diberikan di masing-masing kampus ada kecenderungan yang merugikan mahasiswa. Kami pun berharap agar pemerintah menambah bantuan kuota internet bagi mahasiswa dan dosen,” katanya.
Politisi PKB ini juga menyoroti amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta penguatan hubungan kampus dan dunia industri. Menurutnya, penguatan ini membutuhkan usaha keras karena masih pengelolaan pendidikan tinggi di Tanah Air masih konvesional.
Huda mencontohkan, dari hasil Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 diketahui jika mayoritas calon mahasiswa masih memilih jurusan-jurusan konvensional baik di klaster eksakta maupun sosial humaniora.
“Padahal landscape dunia kerja akibat berbagai disrupsi dalam beberapa tahun terakhir telah jauh berubah. Namun mindset calon mahasiswa maupun penyelenggara pendidikan tinggi di Indonesia masih belum banyak berubah. Ini yang menurut kami membutuhkan effort tinggi agar kampus dan dunia industri memiliki sinergi kuat,” ujar Huda.