REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) menyatakan akan melakukan kajian atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang mengurangi hukuman Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Hukuman yang terkait dengan kasus suap pengecekan status red notice terhadap Djoko dikurangi dari 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun dalam upaya banding.
"KY sesuai kewenangannya dalam melakukan anotasi terhadap putusan akan melakukan kajian atas putusan pengadilan," ujar Juru Bicara KY, Miko Ginting, Rabu (28/7).
Miko menyatakan, anotasi terhadap putusan tersebut juga dapat diperkuat melalui kajian dari berbagai elemen masyarakat, baik akademisi, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil. Menurut dia, KY sangat menaruh perhatian terhadap putusan ini dan beberapa putusan lain, terutama dari pertimbangan akan pentingnya sensitivitas keadilan bagi masyarakat.
"Ditambah lagi, hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap kehormatan hakim dan integritas pengadilan," kata dia.
Djoko Tjandra divonis 4,5 tahun penjara serta denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Djoko Tjandra terbukti menyuap sejumlah penegak hukum terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) dan pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan, dan pidana denda Rp100 juta subsidier 6 bulan," kata ketua majelis hakim Muhammad Damis saat membacakan amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (5/4).
Dalam pertimbangannya, terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan bagi Djoko. Untuk hal memberatkan, perbuatan Djoko tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi dan dilakukan untuk menghindari keputusan pengadilan. Sedangkan hal meringankan yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan telah berusia lanjut.