Rabu 28 Jul 2021 20:34 WIB

Wacana MUI Sebagai Mufti Mengemuka di Konferensi Fatwa

Konferensi Fatwa MUI merupakan wadah diskusi dan autokritik

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Konferensi Fatwa MUI merupakan wadah diskusi dan autokritik. Gedung MUI
Foto: MUI
Konferensi Fatwa MUI merupakan wadah diskusi dan autokritik. Gedung MUI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Indonesia tidak memiliki mufti, orang yang diberi wewenang untuk menghasilkan fatwa dengan cara ijtihad, maka posisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat menjadi pertimbangan bagi Mahkamah Agung (MA) dalam memutuskan suatu keputusan. 

Gagasan ini muncul dalam Annual Conference on Fatwa Studies Komisi Fatwa MUI yang digelar secara daring  26-28 Juli 2021. 

Baca Juga

Wakil Sekretaris Jenderal MUI, KH Abdul Manan Ghani, mengatakan Indonesia ini sebetulnya tidak punya mufti maka fatwa MUI itu sesungguhnya pandangan keagamaan MUI karena fatwa itu harus Mahkamah Agung. 

“Tetapi mungkin keputusan MUI perlu dijadikan referensi MA sebelum menjadi sebuah keputusan,” ujar Kiai Manan kepada Republika.co.id, Rabu (28/7). 

Sejauh ini, fatwa-fatwa yang dirilis Komisi Fatwa MUI, kata Kia  Manan, telah berhasil menjadi rujukan utama lembaga-lembaga syariah dan organisasi keagamaan. Dia berharap, kedepannya Komisi yang diketuai Prof Hasanuddin AF ini dapat berkiprah lebih baik lagi, dan lebih mandiri.  

“Ya tentu harapannya lebih baik karena sudah dipimpin oleh para ulama-ulama dan profesor di bidangnya. Juga dapat lebih mandiri dan tidak dipengaruhi pesanan, agar nilai fatwanya berbobot dan diikuti,” harapnya. 

Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, menyampaikan MUI dalam benak masyarakat tergambar sebagai lembaga pembuat fatwa. Begitu disebut nama MUI, maka dalam pikiran publik akan tergambar mengenai fatwa.

Dia mengungkapkan, demikianlah memang khitah kelahiran MUI pada 46 tahun yang lalu. MUI lahir bersamaan dengan fatwa-fatwa keagamaan yang kemudian diarahkan untuk menjadi pedoman dan panduan bagi umat di dalam menjalankan aktivitas agama. Selain itu, menjadi pedoman bagi pemerintah di dalam menetapkan kebijakan publik.

"Khususnya (kebijakan publik) yang beririsan dengan masalah keagamaan, sehingga memang khittah-nya berada dalam dua posisi yang kemudian terkenal dengan istilah khadimul ummah (pelayan umat) dan shadiqul hukumah (mitra pemerintah)," ujarnya.

Ketua Panitia Konferensi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda menyampaikan Konferensi Fatwa MUI pada tahun ini adalah yang kelima kalinya diselenggarakan Komisi Fatwa MUI. MUI menjadikan konferensi ini sebagai program tahunan. Momen yang diambil untuk menggelar acara ini adalah momen Milad MUI.

"Konferensi fatwa ini diselenggarakan untuk kepentingan muhasabah serta upaya melakukan otokritik perjalanan MUI khususnya Komisi Fatwa," ujarnya.     

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement