Kamis 29 Jul 2021 16:02 WIB

IOC Buka Bantuan Masalah Kesehatan Mental untuk Atlet

IOC mengubah kinerja untuk mementingkan masalah kesehatan mental para atlet.

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Endro Yuwanto
 Cincin Olimpiade digambarkan di depan Rumah Olimpiade, markas besar Komite Olimpiade Internasional (IOC), di Lausanne, Swiss.
Foto: EPA-EFE / LAURENT GILLIERON
Cincin Olimpiade digambarkan di depan Rumah Olimpiade, markas besar Komite Olimpiade Internasional (IOC), di Lausanne, Swiss.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Komite Olimpiade Internasional (IOC) menyediakan bantuan bagi para atlet dengan masalah kesehatan mental yang mengganggu kinerja saat beraksi di Olimpiade Tokyo 2020. Sudah jamak apabila gelaran olahraga multicabang Olimpiade kerap menghadirkan lakon menarik pun mengharukan, dari upaya keras Simone Biles dan Naomi Osaka bertarung dengan masalah kesehatan mental, pun kisah luar biasa Yusra Mardini.

Menanggulangi hal tersebut, juru bicara IOC, Mark Adams, menggelar konferensi pers dengan media sehari selepas keputusan mundur bintang senam (gimnastik) Amerika Serikat (AS), Simone Biles.

"Tanggung jawab kami adalah menyelenggarakan Olimpiade yang merupakan hal luar biasa bagi dunia. PBB saja mendukung Olimpiade," kata Adams menjelaskan dilansir Athlete 365, Kamis (29/7).

IOC menawarkan bantuan yang diberi nama 'Mentally Fit Helpline'. Nantinya, saran itu akan beroperasi selama tujuh hari non-stop dalam sepekan, dan bakal tersedia hingga tiga bulan selepas Olimpiade berakhir.

Menurut Adams, saluran bantuan tersebut menawarkan dukungan klinis bagi para atlet, konseling jangka pendek terstruktur, dukungan praktis, dan jika diperlukan panduan mekanisme pelaporan ke IOC apabila terjadi kasus pelecehan, pun penyimpangan.

Situs website Athlete 365 yang dikembangkan IOC mensurvei lebih dari empat ribu atlet pada awal 2020, dan hasilnya membuat IOC mengubah kinerja untuk mementingkan masalah kesehatan mental dan mengangkat suara atlet.

"Apakah kita melakukan cukup? Saya berharap begitu. Tapi seperti semua orang di dunia, kami melakukan lebih banyak untuk masalah ini," sambung Adams.

Sementara itu Naoko Imoto, seorang perenang di Olimpiade Atlanta 1996, adalah konsultan kesetaraan gender untuk Komite Olimpiade Tokyo. Dia mengatakan pengakuan atlet tenis Naomi Osaka pada awal Juni tentang perjuangan kesehatan mental merupakan pembukaan untuk diskusi yang sebagian besar dihindari.

"Di Jepang, kami masih belum membicarakan kesehatan mental atlet. Saya tak berpikir ada cukup pemahaman tentang kesehatan mental, tetapi saya pikir ada banyak atlet yang mengeluarkan suara tersebut," kata Naoko Imoto.

Michael Phelps, pemenang rekor 23 medali emas Olimpiade mengatakan, pernah berpikir untuk bunuh diri setelah Olimpiade 2012 saat didera depresi.

"Kesehatan mental selama 18 bulan terakhir adalah sesuatu yang dibicarakan orang. Kami adalah manusia tidak ada yang sempurna. Bagian dari menjadi atlet elite adalah untuk mendorong batasan, dan bukan hanya secara fisik tetapi mental," kata Phelps.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement