REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang, Provinsi Banten, menggandeng kepolisian dan kejaksaan membuka layanan pengaduan penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) bagi warga penerima jika mengalami penyelewenangan dana bansos.
"Bagi warga yang menerima bansos, namun dipotong oleh oknum maka bisa segera melaporkan melalui hotline yang kami sudah siapkan. Pemkot bersama kepolisian dan kejaksaan akan menindaklanjuti dan tak memberikan toleransi apapun," kata Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah di Kota Tangerang, Kamis (29/7).
Dia menjelaskan, bagi warga yang melaporkan adanya penyelewenangan dana bansos, akan diberikan jaminan perlindungan dengan tidak dipublikasikan data identitasnya .Pemkot juga memastikan jika pelapor tetap mendapatkan bantuan jika masuk dalam penerima.
Sehingg, Arief mengajak warga tak perlu ragu melaporkan penyelewengan dana bansos. Hal itu juga sesuai dengan arahan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini agar tak ada penyelewenangan dana bansos.
"Ini untuk kebaikan bersama. Laporkan jika memang ada penyelewenangan anggaran. Akan kami tindak lanjuti segera. Semoga bantuan yang diberikan pemerintah kepada warga dapat diterima secara utuh," ujar Arief.
Kepala Bagian Protokol dan Pimpinan Kota Tangerang, Buceu Gartina mengatakan, masyarakat yang ingin melaporkan adanya masalah dalam penyaluran bansos maka bisa menghubungi nomor 0811150029x. Hanya saja, bentuk laporan berupa pesan, tidak menerima telepon.
"Nomor layanan ini hanya untuk pengaduan, bukan untuk pendaftaran penerima bansos. Jenis laporan yang bisa disampaikan yakni mengenai salah sasaran, penyelewengan, pungli dan sebagainya," ujar Buceu.
Mensos Risma melakukan inspeksi mendadak (sidak) kepada penerima Bantuan Sosial Tunai (BST), PKH dan BPNT di RT 03, RW 03, Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang, Rabu (28/7). Seorang warga, Aryanih yang menerima BPNT mengaku, dimintai uang kresek oleh pihak tertentu.
Hal serupa dirasakan oleh Maryanih, yang juga menerima BPNT tapi harga barang komponen yang diterima tidak sesuai atau tidak genap Rp 200 ribu per bulan.
"Tadi sudah dihitung oleh Bapak yang dari Satgas Pangan/Mabes Polri harga dari komponen yang diterima hanya Rp 177 ribu dari yang seharusnya Rp 200 ribu jadi ada Rp 23 ribu. Coba bayangkan Rp 23 ribu dikali 18,8 juta," ujar Risma.