REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri kembali membongkar kasus pinjaman online (pinjol) ilegal dengan menangkap delapan orang pelaku kejahatan teknologi finansial (fintech).
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus), Brigjen Helmy Santika mengatakan, pengungkapan kali ini adalah pinjol berkedok koperasi dengan nama Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Cinta Damai. Penangkapan para pelaku berawal dari laporan masyarakat yang telah dirugikan oleh kejahatan pinjol.
Menurut dia, para pelaku ditangkap di tiga lokasi berbeda, yakni dua pelaku ditangkap di Kota Medan, Sumatra Utara, bernama Dea dan Andre. Keduanya merupakan penagih utang (debt collector) yang bekerja kepada KSP Cinta Damai.
Seorang pelaku bernama Christopher ditangkap di Kota Tangerang Selatan, Banten yang berperan sebagai pemberi perintah kepada debt collector untuk melakukan penagihan kepada peminjam dengan cara mengancam, menistaka, dan memfitnah lewat pesan berantai.
Berikutnya lima orang pelaku, yakni Elroy, Benedictus, Alfonsius, Sidharta, dan Rizky ditangkap di Jakarta Barat, berstatus sebagai operator kartu SIM ponsel. "Aplikasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Cinta Damai fiktif," kata Helmy dalam konferensi pers secara virtual di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (29/7).
Adapun modus operandi yang dilakukan aplikasi KSP yang berada yang berada di bawah aplikasi pinjol Dana Cepat dan aplikasi Meminjam Baru, termasuk KSP Cinta Damai menawarkan pinjaman uang secara online dengan iming-iming tenor yang panjang dan suku bunga rendah.
Namun, lanjut dia, faktanya tenor dan suku bunga yang dijanjikan tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan di muka halaman aplikasi KSP Cinta Damai. "Pelaku KSP Cinta Damai ini berafiliasi dengan dengan KSP lainnya, yakni ada KSP Hidup Hijau, KSP Tur Saku, KSP Pulau Bahagia, dan beberapa aplikasi pinjaman online lainnya," kata Helmy.
Pada Juni lalu, Dittipideksus Bareskrim Polri juga mengungkap kejahatan pinjol RP Cepat. Penyidik menangkap lima orang pelaku dan dua warga negara Cina yang berstatus sebagai daftar pencarian orang (DPO). Dalam penangkapan itu, penyidik menyita ribuan kartu SIM ponsel yang telah teregistrasi, beberapa modem pooluntuk mengirimkan pesan ke banyak nomor (blasting).
Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 8 Ayat (1) Huruf f juncto Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.