REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari University of Derby Inggris, Dono Widiatmoko, mengatakan, publik perlu mengetahui informasi mengenai estimasi antibodi terhadap virus SARS-Cov-2. Namun sayangnya informasi ini belum banyak tersedia di Indonesia dan jarang sekali dilakukan survei estimasi antibodi ini.
"Informasi lain yang sebetulnya kita perlukan yaitu estimasi antibodi," ujar Dono dalam diskusi daring, Kamis (29/7).
Dia menyebutkan, di Inggris sudah ada survei yang dilakukan secara reguler untuk mengecek kadar antibodi terhadap virus corona penyebab Covid-19 ini. Survei itu menyebutkan, 92 persen warga Inggris telah memiliki antibodi tersebut.
"Di Indonesia sayangnya informasi ini belum banyak tersedia, jarang sekali dilakukan survei antibodi," tutur Dono.
Dia menjelaskan, survei antibodi ini metodologinya berbeda dengan tracing atau pelacakan. Survei antibodi dilakukan secara acak untuk memetakan seberapa besar infeksi virus corona yang terjadi dan seberapa besar antibodi sudah terbentuk.
Mereka yang memiliki antibodi ini bisa diartikan orang-orang yang pernah terinfeksi Covid-19 maupun menerima vaksin. Di Jakarta sudah ada survei pada akhir Maret 2021 yang menunjukkan sekitar 45 persen warga Ibu Kota sudah mempunyai antibodi.
"Kapan pemerintah bisa melakukan itu membuat pernyataan bahwa 'ok kita bisa hidup berdampingan dengan cara yang ini' harus dilihat dari sisi antibodinya," kata Dono.
Menurut dia, angka penduduk Indonesia yang memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2 belum tinggi. Sehingga, relaksasi atau pelonggaran protokol kesehatan seperti yang dilakukan di Inggris hanya akan membuat kasus infeksi Covid-19 melonjak.
Dia meminta pemerintah melakukan komunikasi yang jelas saat ini bahwa Indonesia belum bisa meninggalkan semua protokol kesehatan sebelum vaksinasi Covid-19 sukses. Dono juga mendorong pemerintah menyampaikan informasi mengenai upaya pengendalian pandemi Covid-19 secara jelas dan konsisten.
"Kalau menyampaikan sesuatu dilakukan secara gamblang, konsisten, satu suara. Jangan si ini ngomong apa, si ini ngomong apa, dan kemudian ini ngomong lewat mana, Mata Najwa misalnya atau ILC, atau channel Youtubenya sendiri, lalu kemudian baru klarifikasi, lah kok jadi riweh, harusnya satu channel," jelas Dono.