Kamis 29 Jul 2021 23:54 WIB

Mengenal Agama Baha’i yang Disebut Menag

Menag mengucapkan selamat hari raya untuk agama Baha'i.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Taman Bahai, Mount Carmel, Haifa, Israel
Foto: [ist]
Taman Bahai, Mount Carmel, Haifa, Israel

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Beberapa waktu lalu Menteri Agama Yaqut Cholil memberikan ucapan hari raya kepada para penganut agama Baha’I dalam sebuah video. Tindakan tersebut kemudian menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Lantas, apakah itu agama Baha’i dan bagaimana bisa sampai menyebar di Indonesia?

Agama Baha’i tidak lepas dari sosok Bahá’u’lláh Mirza Husayn Ali yang lahir di Teheran, Iran pada tahun 1817. Pada umur 22 tahun, ia tidak menggantikan posisi ayahnya sebagai pejabat pemerintah. Dia tetap hidup sebagai warga sipil yang membela kaum miskin sehingga ia menerima gelar ayah dari para fakir miskin.

Baca Juga

Seorang pemuda yang dikenal sebagai Sang Báb atau Pintu Gerbang telah bangkit untuk membangunkan umat manusia dan mempersiapakan dunia akan seorang Utusan Tuhan lainnya.  Tiga bulan setelah Sang Báb mengumumkan misi-Nya, Bahá’u’lláh menerima surat dari Sang Báb yang bersisi beberapa Tulisan Suci. Pada tahun 1844, Sang Báb mengumumkan misinya dan saat itu Bahá’u’lláh berusia 27 tahun.

Namun, ajaran Báb dipenuhi dengan perlawanan dari mereka yang berkuasa. Para pemuka agama dan pemerintah terus menentang dan menganiaya para pengikut-Nya. Pada tahun 1850 Sang Báb dieksekusi. Setelah itu, ribuan orang pengikutnya dibantai. Bahá’u’lláh dihadapkan dengan tuduhan palsu dan surat perintah dikeluarkan untuk penangkapan-Nya.

Síyáh-Chál yang berarti lubang hitam adalah nama penjara tempat Bahá’u’lláh dihukum. Dalam penjara tersebut, kaki Bahá’u’lláh dipasung dan rantai seberat 50 kilogram dikalungkan di lehernya. Dalam keadaan tersebut, Bahá’u’lláh menerima wahyu Tuhan dalam jiwanya.

Pada April 1863 sebelum berangkat dari Baghdad, Bahá’u’lláh mengumpulkan sahabat-sahabatnya selama 12 hari di sebuah taman berana Ridwan di tepi Sungai Tigris. Di sinilah, Bahá’u’lláh mengumumkan secara terbuka untuk pertama kalinya bahwa dia adalah utusan Tuhan. Setelah meninggalkan Baghdad, Bahá’u’lláh dan pengikutnya melakukan perjalanan ke Konstantinopel yang pada saat itu pusat Dinasti Ottoman.

Setibanya di sana, Bahá’u’lláh mulai menarik hati semakin banyak orang. Mereka hanya tinggal di Konstantinopel  selama empat bulan. Para penguasa yang telah mengasingkan dia ke kota Adrianopel, lebih jauh lagi dari perbatasan Persia. Di sana ia tinggal selama empat tahun dan mulai menyebarkan ajarannya kepada para penguasa dan raja di dunia.

Pada 31 Agustus 1968, mereka tiba di ‘Akká, tempat yang digunakan Kesultanan Usmani untuk pembuangan para penjahat dan penghasut. Seiring berjalannya waktu, penduduk seempat mulai menerima Bahá’u’lláh. Turunnya Wahyu  secara terus-menerus selama empat puluh tahun itu berakhir pada tanggal 29 Mei 1892.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement