Jumat 30 Jul 2021 15:59 WIB

Australia Kerahkan Militer untuk Awasi Lockdown di Pinggiran

Sydney telah memberlakukan lockdown tapi jumlah infeksi Covid-19 masih tinggi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Suasana jalanan yang sepi di Sydney Harbour Bridge, Australia, Selasa (29/6).
Foto: AAP
Suasana jalanan yang sepi di Sydney Harbour Bridge, Australia, Selasa (29/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Sydney mengerahkan militer untuk mengawasi lockdown di wilayah pinggiran. Sydney telah memberlakukan lockdown tapi jumlah infeksi Covid-19 masih tetap tinggi.

Pihak berwenang menerapkan pembatasan yang lebih ketat untuk wilayah pinggiran kota yang terkena dampak terburuk, termasuk pengujian wajib dan pemakaian masker di luar ruangan. Mulai Senin mendatang, sekitar 300 personel tentara Australia akan membantu polisi mengawasi orang-orang yang sedang menjalani isolasi mandiri karena positif Covid-19.

Baca Juga

"Volume kenaikan yang cukup besar selama sepekan terakhir (berarti) tingkat kepatuhan (penegakan) telah naik dari ratusan menjadi ribuan," kata komisaris polisi New South Wales, Mick Fuller.

Militer dan polisi akan dikerahkan ke delapan distrik di wilayah barat Sydney. Sebagian besar kasus baru telah dilaporkan di wilayah tersebut.

Negara bagian New South Wales (NSW) melaporkan 170 kasus lokal baru, sebagian besar di ibu kota negara bagian Sydney. Jumlah tersebut turun dari rekor sebelumnya yaitu 239 kasus per hari. Dari kasus baru tersebut, setidaknya 42 orang yang dinyatakan positif Covid-19 tidak melaksanakan isolasi mandiri dan berbaur dengan masyarakat.

Menteri Kesehatan NSW Brad Hazzard mengatakan orang-orang menunggu terlalu lama untuk mendapatkan tes Covid-19 setelah mengalami gejala. Sementara beberapa orang di komunitas migran mungkin tidak mempercayai pemerintah.

"Kami di sini untuk mendukung Anda dan sistem kesehatan kami di sini untuk mendukung Anda," ujar Hazzard.

Episentrum wabah telah melintasi Sydney dari pinggiran pantai Bondi ke wilayah pinggiran di sebelah barat. Para pemimpin setempat menyebut penduduk merasa dirugikan oleh karantina wilayah yang semakin ketat.

"Mereka tidak punya ide lain selain membawa militer sebagai upaya terakhir karena mereka kehilangan jawaban atas masalah yang mereka ciptakan," kata Steve Christou, Wali Kota wilayah pemerintah lokal Cumberland, di mana 60 persen dari 240 ribu penduduknya  lahir di luar negeri.

"Mereka adalah komunitas miskin, mereka adalah komunitas yang rentan, dan mereka tidak pantas mendapatkan lockdown ini atau tindakan keras dan diperpanjang yang sekarang menjadi sasaran mereka," ujar Christou menambahkan.

Orang yang tinggal di pinggiran barat harus tinggal dalam jarak 5 km (3 mil) dari rumah dan menjalani tes virus setiap tiga hari agar diizinkan melakukan pekerjaan penting di luar daerah tersebut. Polisi sudah diberi mandat baru untuk menutup bisnis yang melanggar aturan. Sementara perwira militer tidak akan membawa senjata dan  berada di bawah komando polisi.

"Mereka juga akan bertujuan untuk bekerja dengan para pemimpin masyarakat dalam strategi penegakan hukum," ujar Fuller.

Sampai saat ini, Australia telah menangani krisis virus corona jauh lebih baik daripada negara maju lainnya. Australia mencatat lebih dari 34 ribu kasus dan kurang dari 1.000 kematian. Namun upaya Australia untuk menekan kasus Covid-19 mulai kendor setelah lambatnya program vaksinasi. Perdana Menteri Australia Scott Morrison berharap sebagian besar warga mendapatkan vaksinasi Covid-19 sehingga negara tersebut tidak perlu lagi melaksanakan penguncian ketat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement