Jumat 30 Jul 2021 16:20 WIB

Somasi Moeldoko Terhadap ICW Dinilai Pemberangusan Demokrasi

Langkah somasi tersebut juga berpotensi melanggengkan praktik kriminalisasi. 

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
 Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu (kiri) bersama Peneliti ICW Lalola Ester.
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Peneliti ICJR Erasmus Napitupulu (kiri) bersama Peneliti ICW Lalola Ester.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 109 organisasi masyarakat sipil yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan langkah kuasa hukum Moeldoko yang melayangkan somasi terhadap Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan penelitian tentang polemik Ivermectin. Menyikapi langkah Moeldoko tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai, ada upaya pemberangusan nilai demokrasi. 

"Peraturan perundang-undangan telah menjamin hak setiap masyarakat atau organisasi untuk menyatakan pendapat," kata Erasmus dalam siaran pers yang diterima Republika, Jumat (30/7).

Erasmus menjelaskan, hal tersebut sebagaimana diatur mulai dari Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, Pasal 23 jo Pasal 25 jo Pasal 44 UU Hak Asasi Manusia, Pasal 8 ayat (1) UU Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, Pasal 41 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi. 

Bahkan, jaminan tersebut juga dituangkan dalam berbagai kesepakatan internasional, di antaranya: Pasal 19 Deklarasi Universal HAM, Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, dan Pasal 23 Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN.  

 "Terlepas dari rangkaian pengabaian regulasi terkait hak menyatakan pendapat, langkah Moeldoko ini pun berpotensi besar menurunkan nilai demokrasi di Indonesia," ujarnya.

Diketahui pada awal Februari lalu, The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3. Skor tersebut merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir.

"Maka dari itu, praktik pembatasan hak berpendapat, terlebih kritik dari masyarakat perlu untuk dihentikan," ungkapnya.

Selain itu, dikatakan Erasmus, langkah somasi tersebut juga berpotensi melanggengkan praktik kriminalisasi terhadap organisasi masyarakat sipil. Mengutip data SAFENet, Erasmus mengungkapkan dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik banyak menyasar masyarakat dari berbagai kalangan, misalnya: aktivis, jurnalis, hingga akademisi. 

"Mirisnya, mayoritas pelapor justru pejabat publik. Ini menandakan belum ada kesadaran penuh dari para pejabat dan elit untuk membendung aktivitas kriminalisasi tersebut, guna mendorong terciptanya demokrasi yang sehat di Indonesia," ungkapnya.

Oleh karena itu berdasarkan hal di atas Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar Moeldoko untuk menghormati proses demokrasi, yaitu kritik dari hasil penelitian yang dilakukan oleh ICW dan lebih berfokus pada klarifikasi pada temuan-temuan dari penelitian tersebut.

Kemudian koalisi juga mendesak agar Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan mencabut somasi dan mengurungkan niat untuk melanjutkan proses hukum terhadap ICW. "Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum agar tetap pada komitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan," imbaunya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement