REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Laporan pengawas pemerintah Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada Kamis (29/7) menyatakan, Taliban telah membunuh tujuh pilot Afghanistan di luar pangkalan dalam beberapa bulan terakhir. Dua pejabat senior pemerintah Afghanistan mengatakan kepada Reuters, pembunuhan ini adalah bagian dari upaya Taliban untuk melenyapkan pilot Afghanistan yang dilatih oleh AS.
Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan (SIGAR), dalam laporan triwulan kepada Kongres, secara luas menggambarkan Angkatan Udara Afghanistan (AAF) di bawah tekanan yang semakin besar untuk memerangi Taliban. Penarikan pasukan AS yang dijadwalkan rampung pada akhir Agustus, telah membuat AAF kurang persiapan.
Misalnya saja, Armada helikopter UH-60 Black Hawk memiliki tingkat kesiapan 39 persen pada Juni. Sementara semua badan pesawat terbang Afghanistan setidaknya 25 persen berada di atas interval perawatan terjadwal yang direkomendasikan.
“Semua platform pesawat dikenai pajak karena meningkatnya permintaan untuk dukungan udara jarak dekat, intelijen, pengawasan, misi pengintaian dan pasokan udara sekarang karena (militer Afghanistan) sebagian besar tidak memiliki dukungan udara AS,” ujar AAF.
Pada saat yang sama, awak udara tetap bertugas karena situasi keamanan yang memburuk di Afghanistan. Perkembangan lain yang mengkhawatirkan mengenai awak pesawat AAF adalah laporan bahwa Taliban sengaja menargetkan pilot Afghanistan.
Angkatan Udara Afghanistan dan Pasukan Khusus Afghanistan adalah pilar strategi negara untuk mencegah Taliban mengambilalih distrik. SIGAR melaporkan, pasukan operasi khusus tidak melaksanakan tugas seusai dengan porsinya.
Sebagian besar korps Tentara Nasional Afghanistan menolak untuk melaksanakan misi tanpa dukungan dari komando elitenya. Mengutip data NATO, SIGAR mengatakan bahwa, ketika pasukan komando Afghanistan tiba, mereka disalahgunakan untuk melakukan tugas-tugas yang dimaksudkan untuk pasukan konvensional, termasuk pembersihan rute dan keamanan pos pemeriksaan.