REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar dalam kitabnya Kaifa Tastafidumi min al-Haramain asy-Syarifain Ayyuha az-Zair wa al-Muqim Ahwal an-Nabi fi al-Hajj menuliskan ada salah seorang saleh berkata, "Di suatu malam menjelang fajar, aku sedang di kamar membaca Surat Thaha. Setelah selesai membacanya, rasa kantuk pun menyerangku."
Dalam mimpinya orang saleh itu melihat seseorang turun dari langit dengan selembar kertas berada di tangannya. Dia lalu membentangkan lembaran itu di antara kedua tangan orang shaleh itu dan ternyata lembaran itu adalah Surat Thaha.
Di bawah setiap kata terdapat tujuh kebaikan. Hanya ada satu kata yang tidak ada ganjaran kebaikan di bawahnya.
"Aku melihat di bawah kalimat tersebut kosong dan tidak ada tulisan apa apa pun," katanya.
Orang saleh itu berkata, "Demi Allah, aku telah membaca kata ini. Tapi, mengapa aku tidak melihat ada pahala dan ganjaran?"
Orang yang turun dari langit itu berkata. "Benar, kamu memang telah membacanya, dan kami pun telah mencatat. Hanya saja kami mendengar ada suara yang menyerukan kami di atas Arasy, hapuskanlah dan gugurkanlah pahala kata tersebut. Maka, kami pun menghapuskannya."
Orang saleh itu pun menangis dalam tidurnya dan lalu aku berkata, "Mengapa kalian melakukan hal itu?"
Orang itu menjawab? "Seseorang berjalan melewatimu, kemudian kamu mengeraskan suaramu dengan maksud pamer sehingga hilanglah ganjaran pahalanya."
Abu Thalhah Muhammad Yunus Abdussttar mengatakan orang yang berakal pasti akan selalu berusaha ikhlas dalam beramal. Keikhlasan adalah sarana untuk lebih dekat kepada Allah, mengagungkan Dzat-Nya dan memenuhi seruan-Nya, baik berupa ibadah yang menyangkut harta maupun fisik.