REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah mengembangkan beberapa teknologi pengolah limbah ramah lingkungan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko (LTH) menyampaikan, beberapa teknologi karya peneliti BRIN untuk mengatasi kurangnya kapasitas pengolahan limbah medis. Teknologi ini, kata Handoko, sudah terbukti bisa mengatasi limbah B3, khususnya limbah medis berskala kecil dan mobile. Antara lain yakni teknologi pengolahan limbah cair dengan plasma nano-bubble. Sedangkan untuk limbah padat dengan plasma.
Ada beberapa teknologi yang sudah terbukti yang dikembangkan oleh para peneliti BRIN untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. "Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile," ujar Handoko, dalam keterangannya, Jumat (30/7).
Handoko meyakini teknologi ini cocok untuk menjangkau daerah-daerah yang penduduknya relatif sedikit. Sebab, skala limbahnya tidak banyak. Hal ini lebih efektif dibandingkan membangun insinerator yang besar dengan harga mahal dan terkendala dengan pengumpulan limbah yang terpusat.
"Karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat juga menimbulkan biaya tersendiri," kata dia menambahkan.
Selain mampu meningkatkan kapasitas pengolahan limbah medis, teknologi daur ulang limbah medis besutan anak bangsa ini berpotensi memunculkan nilai tambah dan ekonomi baru dalam rangka meningkatkan kepatuhan fasilitas kesehatan. Potensi ini muncul karena ada insentif finansial dari sisi bisnis yang dapat mengurangi biaya pengolahan limbah.
Ia juga mengungkapkan, baru 4,1 persen rumah sakit yang memiliki fasilitas insinerator berizin. Sementara itu, baru ada 20 pelaku usaha pengolahan limbah di Indonesia dan hampir semuanya terpusat di Jawa. Distribusinya pun tidak merata.