REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Pihak berwenang Tunisia telah menempatkan seorang mantan hakim di bawah tahanan rumah. Stasiun radio swasta, Mosaique FM, melaporkan, pasukan keamanan memberlakukan keputusan Menteri Dalam Negeri Reda Gharslawi, untuk menempatkan Bechir Akremi di bawah tahanan rumah.
Berdasarkan keputusan tersebut, Akremi dilarang meninggalkan kediamannya selama 40 hari setelah perpanjangan. Ia juga tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan siapa pun tanpa izin dari pihak yang berwenang.
Dilansir Middle East Monitor, Ahad (1/8), pada 13 Juli, Dewan Kehakiman Tunisia memberhentikan Akremi dari pekerjaannya dengan tuduhan menutup-nutupi berkas terkait terorisme. Mantan hakim itu juga dituduh melakukan pelanggaran dalam proses peradilan dua file pembunuhan aktivis sekuler, yaitu Chokri Belaid dan Mohamed Brahmi.
Akremi dituding menutupi kejahatan teroris dan menghalangi penyelidikan ribuan file terkait terorisme. Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak berwenang Tunisia terkait hal tersebut.
Presiden Tunisia Kais Saied sebelumnya telah memberhentikan pemerintahan Perdana Menteri Hichem Mechichi, dan membekukan parlemen. Saied juga mengambil alih otoritas eksekutif dengan bantuan perdana menteri baru.
Langkah itu ditolak oleh sebagian besar blok parlemen Tunisia, termasuk partai Islam moderat Ennahda, yang mengecam keputusan Saied dan menyebutnya sebagai kudeta. Beberapa pejabat telah ditangkap di bawah keputusan presiden, termasuk anggota parlemen Maher Zaid dari koalisi Al-Karama.
Presiden Saied menegaskan bahwa, tindakannya bertujuan untuk menyelamatkan negara. Sementara para pengkritiknya menuduh Saeid telah mengatur kudeta. Tunisia dipandang sebagai satu-satunya negara yang berhasil melakukan transisi demokrasi, di kalangan sekelompok negara Arab lainnya seperti Mesir, Libya, dan Yaman.