REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Ratusan warga Malaysia melakukan protes anti-pemerintah pada Sabtu (31/7) untuk menentang larangan pertemuan publik di bawah pembatasan virus corona. Polisi mengatakan kepada media lokal bahwa, polisi akan memanggil para pengunjuk rasa untuk diinterogasi karena mereka telah melanggar larangan berkumpul.
Malaysia akan mengakhiri keadaan darurat enam bulan, namun karantina nasional akan tetap berlaku. Aksi protes itu telah memberikan tekanan pada pemerintah.
Para pengunjuk rasa, melakukan aksi protes dengan tetap mengenakan masker, dan menjaga jarak satu sama lain. Mereka mengangkat spanduk yang bertuliskan “pemerintah yang gagal” beserta bendera hitam.
Aksi itu adalah demonstrasi besar pertama di Malaysia dalam beberapa waktu terakhir. Kemarahan warga Malaysia terhadap penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah telah meningkat. Di sisi lain Perdana Menteri Muhyiddin Yassin berupaya untuk mempertahankan pemerintahannya yang dilanda krisis, agar tetap berkuasa.
"Kami berjuang karena, ketika rakyat menderita, pemerintah sibuk bermain politik. Pemerintah ini melumpuhkan ekonomi dan juga menghancurkan demokrasi negara kita," kata Karmun Loh, yang ikut serta dalam protes di pusat kota Kuala Lumpur, dilansir Aljazirah, Ahad (1/8).
"Muhyiddin adalah perdana menteri yang mengerikan. Dia harus turun," ujar peserta aksi lainnya, Shaq Koyok.
Polisi dan petugas keamanan memblokir upaya pengunjuk rasa untuk memasuki alun-alun pusat, sebelum dibubarkan dengan damai. Penyelenggara mengatakan, sekitar 1.000 demonstran ikut ambil bagian dalam aksi protes tersebut. Tetapi polisi menyebutkan, jumlah peserta aksi protes sekitar 400 orang.
Malaysia telah melaporkan hampir 1,1 juta kasus virus corona dan lebih dari 8.800 kematian. Pemerintahan Muhyiddin berada di ambang kehancuran setelah sekutu menarik dukungannya. Dia mendapat tekanan baru untuk mundur, setelah sidang parlemen yang sebelumnya tertunda karena pembatasan pandemi Covid-19.