REPUBLIKA.CO.ID, – Zainab adalah saudari kandung Hasan dan Husain. Dia dilahirkan ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, dan dia sempat berjumpa dengan beliau. Ketika beliau wafat, Zainab belum genap berusia lima tahun.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, Zainab adalah sosok wanita yang cerdas, baik secara intelektual maupun emosional. Bahkan, dia memiliki cara pandang yang cemerlang terhadap permasalahan yang dihadapi.
Setelah dewasa, Zainab dinikahkan dengan sepupunya sendiri, Abdullah bin Jafar Ath Thayyar. Mertuanya, Jafar, merupakan ayah bagi orang-orang miskin, kepadanyalah mereka sering meminta bantuan.
Dan setelah mertua Zainab itu wafat, Nabi menjulukinya Dzul Janahain, yaitu orang yang terbang dengan dua sayap di Surga.
Jafar adalah saudara kandung Ali bin Abu Thalib, dan dia salah seorang Sahabat yang sangat dikasihi Nabi SAW.
Hal itu terlihat ketika penaklukan Khaibar, ketika itu Jafar baru kembali dari Habasyah dan Nabi pun menciumnya. Setelah itu Nabi berkata:
ما أدرى بأيهما أنا أشد فرحًا؛ أبقدوم جعفر أم بفتح خيبر؟ "Aku tidak tahu apa yang membuatku senang hari ini, apakah karena kedatangan Jafar, ataukah karena penaklukan Khaibar." (HR Ath Thabrani).
Dari pernikahannya dengan Abdullah bin Jafar, Zainab binti Fathimah Az Zahra dikarunia beberapa anak yaitu Ali, Aun Al Akbar, Abbas, Muhammad, dan Ummu Kultsum.
Pernikahan dengan Abdullah tidak lantas memisahkan Zainab dari ayahnya, Ali bin Abi Thalib, maupun saudara-saudaranya.
Karena sangat mencintai putri dan menantunya itu, Imam Ali mengajak mereka tinggal serumah. Bahkan ketika Ali menjabat sebagai khalifah dan pindah ke Kufah, keduanya dibawa serta.
Mereka tinggal di rumah sang khalifah, tempat Amirul Mukminin mengatur segala urusan umat ketika itu.
Sejarah mencatat bahwa Zainab turut mendampingi saudaranya, Al Husain, saat kakaknya ini terbunuh di Karbala.
Ketika itu, Zainab membantu mengobati pasukan yang terluka, memberi minum prajurit yang kehausan, merawat putra-putri prajurit yang berjuang, dan menyemangati pasukan yang akan bertempur.
Sejarah juga mencatat betapa Zainab tekun merawat anak-anak yang kehilangan orang tuanya di Karbala. Dia berada di dekat mereka hingga napas terakhir dalam kehidupannya.