Senin 02 Aug 2021 05:45 WIB

Mualaf Rahmat, Bersyahadat dan Sukses Belajar di Madinah

Puasa Ramadhan menjadi pintu gerbang Islamnya Rahmat Hidayat

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Nashih Nashrullah
Puasa Ramadhan menjadi pintu gerbang Islamnya Rahmat Hidayat. Rahmad Hidayat
Foto: Dok Istimewa
Puasa Ramadhan menjadi pintu gerbang Islamnya Rahmat Hidayat. Rahmad Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID,-Lelaki berusia 29 tahun itu mengaku bersyukur, Allah SWT telah memberikan hidayah kepadanya untuk menjadi Muslim. Menurutnya, iman dan Islam merupakan anugerah terbesar yang pernah dirasakannya. 

Pria keturunan Tionghoa ini lahir dengan nama Wang Sun Hwa di Medan, Sumatra Utara. Sejak 2004 lalu, dirinya memeluk Islam. Adapun nama Rahmat Hidayat yang kini disandangnya merupakan pemberian dari ibu angkatnya. Perempuan itulah yang menjadi jalan petunjuk Allah sampai kepadanya. 

Baca Juga

Sebelum memeluk Islam, Rahmat tidaklah begitu tertarik pada hal-hal yang meningkatkan kesadaran spiritual. Ia menduga, kecenderungan itu bertolak belakang dengan pola pendidikan yang diterimanya sejak dini. 

Ayahnya merupakan seorang agamawan. Seisi rumah pun tidak pernah absen dalam melaksanakan ibadah tiap akhir pekan. Bahkan, ada tempat ibadah di kediamannya. 

Rahmat agak berbeda dari kakak-kakaknya. Anak bungsu dari lima bersaudara itu tidak terlalu mementingkan ibadah. Sesekali, ia memang mengikuti orang tuanya ke tempat ibadah. Namun, ritual tersebut dianggapnya rutinitas belaka. Kakak-kakak saya itu termasuk orang yang aktif (beribadah). 

“Ya tidak tahu mengapa saya agak berbeda. Mungkin inilah awal mulanya hidayah sampai kepada saya,” tuturnya dalam video yang diunggah di platform YouTube, seperti dilihat Republika.co.id beberapa waktu lalu. 

Walaupun usianya masih anak-anak, Rahmat sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sesungguhnya filosofis. Ia saat itu pun kerap heran dengan kepercayaan yang dipeluk kedua orang tua dan saudara-saudaranya. Ia seolah-olah menemukan alasan untuk tidak taat beribadah karena memang sudah ragu menyem bah apa yang mereka sembah. 

Meskipun jarang terlihat beribadah, Rahmat jarang mendapatkan teguran. Keluarganya seakan-akan tidak terlalu memedulikannya. Keadaan itu terus bertahan hingga ia berumur remaja. 

Tidak seperti sebelumnya, Rahmat muda mulai membuka wawasannya. Sebab, saat masih berusia anak-anak dirinya tinggal di lingkungan monoton. 

Dalam arti, tetangga dan kawan-kawannya tidak berbeda agama dengan keluarganya. Kini, ia sudah memiliki cukup banyak teman dari kalangan Muslim.  

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement