REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus pemotongan dana bansos di Kota Tangerang tak pantas ditoleransi. Para pelakunya patut mendapat tindakan tegas. Namun harus hindari mempolitisasi kasus pemotongan dana bansos.
“Para politisi sebaiknya tidak menerjemahkan kasus dalam prespektif politik, karena dapat mengaburkan persoalan sekaligus membelokan aktor-aktor yang terlibat,” ujar peneliti kebijakan publik IDP-LP, Riko Noviantoro, kemarin.
Menurutnya responsifitas penegak hukum dapat mencegah politisasi kasus bansos. Penegak hukum harus proaktif melakukan penyidikan.
Terlebih sudah dibuka bukti-bukti dari pihak terkait. Bahkan wali kota Tangerang pun telah memberikan sinyal mendukung penuntasan kasus pemotongan dana bansos.
Dengan demikian, menurut Riko sudah lebih mudah melakukan penyidikan. Respons penegak hukum mempercepat terungkapnya pelaku yang telribat dan motif pemotongannya. Sekaligus menghentikan berbagai isu negative lain yang dapat mengganggu tujuan distribusi bansos.
“Sering kali terjadi, kasusnya belum terungkap keburu hilang. Karena isu-isu yang tidak produktif. Bahkan bisa menghambat program bansos nantinya,” pungkasnya.
Riko mendesak kepolisian dan kejaksaan dapat segera bekerja. Mengumpulkan bukti dan keterangan yang terkait kasusnya. Kemudian mengumumkan pihak yang terlibat dan melimpahkan ke pengadilan. Dengan demikian kepastian hukum terwujud dan ketenangan masyarakat pun tercapai.
Menurutnya, sikap wali kota Tangerang yang membuka layanan hotline bansos bisa mencegah berulangnya kasus. Terlebih layanan hotline ini bisa sebagai sumber informasi public untuk mendapatkan berbagai hal tentang bansos.
Selama ini, lanjut Riko penyimpangan distribusi bansos juga dipengaruhi minimnya informasi bagi masyarakat. Pemerintah pusat dan daerah tidak cukup memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengetahui atau mengakses informasi mengenai bansos.
“Layanan hotline bansos yang diinisiasi wali kota Tangerang harus bekerja optimal. Caranya petugas hotline perlu masif dan responsif terhadap berbagai pertanyaan,” tegasnya.