REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Seorang dokter ahli fertilitas di Kanada dituduh membuat pasiennya hamil dengan sperma yang salah atau dalam banyak kasus menggunakan spermanya sendiri lewat metode inseminasi buatan. Namun, ia telah menyetujui pembayaran 10 juta dolar AS atau Rp 150 miliar sebagai ganti rugi.
Ganti rugi sebagai penyelesaian kasus itu diumumkan pada sidang virtual menurut sebuah firma hukum Nelligan Law yang mewakili setidaknya satu keluarga. Menurut Nelligan Law, penyelesaian itu merupakan sebuah terobosan.
Nelligan Law mendapati 17 ibu menemukan melalui tes DNA bahwa Dr Norman Barwin adalah ayah biologis dari anak mereka. Kasus ini terungkap lama setelah para keluarga itu meminta bantuan Barwin agar segera mendapat momongan lewat inseminasi buatan.
Nelligan Law menyebut, lebih dari 80 pasangan lainnya tidak tahu identitas ayah biologis anak mereka. Tetapi, mereka mengetahui Barwin tidak menggunakan sperma yang seharusnya dia gunakan dalam pembuahan.
"Penyelesaian class action memberikan kompensasi kepada pasien dan anak-anak mereka di mana DNA anak-anak tidak seperti yang dimaksudkan oleh orang tua pada saat inseminasi buatan yang dilakukan oleh Barwin," kata Nelligan Law dalam sebuah pernyataan, dikutip dari NBC pada Senin (2/8).
"Penyelesaian ini juga memberikan kompensasi kepada mantan pasien yang telah mempercayakan sperma mereka dengan Barwin, baik untuk penyimpanan aman atau untuk tujuan tertentu, tetapi malah digunakan oleh Barwin dalam inseminasi pasien lain, dan yang menghasilkan keturunan," tulis Nelligan Law.
Seorang pengacara untuk Barwin menolak berkomentar ketika dihubungi oleh NBC News. Barwin juga telah membantah tuduhan terhadapnya dan tidak mengakui kesalahan dalam penyelesaian tersebut. Dokter itu mengaku menyetujui ganti rugi karena ingin menghindari menghabiskan lebih banyak waktu dan uang untuk memerangi kasus tersebut.
Sebelumnya, keluarga Davina dan Daniel Dixon menggugat Barwin pada 2016 setelah tes DNA mengungkap bahwa Daniel bukan ayah biologis putri mereka. Menurut dokumen pengadilan, pasangan itu berkonsultasi dengan Barwin pada tahun 1989 karena membutuhkan bantuan untuk memiliki keturunan.