Senin 02 Aug 2021 14:48 WIB

Guru Besar FKUI: Nasib PPKM Diputuskan Lewat Data per Daerah

Pemerintah diminta analisa situasi epidemiologi daerah dan kapasitas respon yang ada

Rep: Rizky Surya/ Red: Hiru Muhammad
Pedagang memasang bendera putih tanda berkabung pada gerobak,l di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/7). Pemasangan bendera putih ini sebagai tanda simbolis Malioboro Berkabung oleh Paguyuban Kawasan Malioboro. Hal ini imbas ditutupnya kawasan Malioboro selama pemberlakuan PPKM Darurat. Sehingga pedagang kaki lima sama sekali tidak ada pemasukan selama itu. Mereka meminta pelonggaran masuk ke Malioboro bagi pengunjung. Serta meminta kebijakan yang serta terobosan yang nyata berdampak bagi mereka.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang memasang bendera putih tanda berkabung pada gerobak,l di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (30/7). Pemasangan bendera putih ini sebagai tanda simbolis Malioboro Berkabung oleh Paguyuban Kawasan Malioboro. Hal ini imbas ditutupnya kawasan Malioboro selama pemberlakuan PPKM Darurat. Sehingga pedagang kaki lima sama sekali tidak ada pemasukan selama itu. Mereka meminta pelonggaran masuk ke Malioboro bagi pengunjung. Serta meminta kebijakan yang serta terobosan yang nyata berdampak bagi mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Guru Besar FKUI, Tjandra Yoga Aditama menekankan kelanjutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) perlu diambil berdasarkan data daerah. Ia tak ingin nasib PPKM ditentukan lewat data yang asal-asalan.

Prof Tjanda mengingatkan agar pemerintah melakukan analisa mendalam tentang situasi epidemiologi daerah dan kapasitas respon yang ada. Dengan demikian akan diperoleh data yang memadai untuk menentukan nasib PPKM. "Datanya haruslah amat rinci dan akurat di tingkat masing-masing daerah," kata Prof Tjandra dalam keterangan pers, Senin (2/8).

Prof Tjandra menjelaskan WHO telah menerbitkan dokumen terbaru soal kebijakan kesehatan dan sosial di masa pandemi Covid-19. Ini merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya.

WHO menjabarkan penularan di masyarakat dibagi dalam 7 kategori, mulai dari tidak ada kasus, hanya kasus sporadik, mulai ada klaster dan lalu penularan di masyarakat derajat satu, dua , tiga dan empat. Sementara itu, kapasitas respon kesehatan dibagi menjadi adekuat, moderat atau terbatas. 

"Lalu dengan menggabungkan kedua hal ini maka ditentukanlah lima level keadaan (situation level), mulai nol, satu, dua, tiga, dan empat," ujar Prof Tjandra.

Prof Tjandra menerangkan kondisi Level 4 (PPKM level 4) adalah gabungan keadaan dimana penularan masyarakat ada di derajat empat dan kapasitas respon terbatas. Kondisi level 4 terjadi saat wabah tidak terkendali dengan kapasitas respon kesehatan yang terbatas atau sudah tidak memadai. Kondisi tersebut memerlukan upaya ekstensif untuk menghindari penambahan bermakna angka kesakitan dan kematian akibat pelayanan kesehatan yang sudah amat kewalahan.

"Akan sangat baik kalau kita memiliki data serinci ini untuk setiap kabupaten/kota dan daerah aglomerasi sehingga keputusan apapun yang akan diambil benar-benar berbasis data ilmiah," tutur Prof Tjandra. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement