Lurah/Kades di Klaten Keluhkan Data Penerima Bansos Semrawut
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Muhammad Fakhruddin
Lurah/Kades di Klaten Keluhkan Data Penerima Bansos Semrawut (ilustrasi penerima bansos). | Foto: Antara/Aswaddy Hamid
REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG — Data penerima manfaat bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah Pusat untuk wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dikeluhkan oleh sejumlah lurah/ kepala desa di daerah setempat.
Selain masih ditemukan warga yang menerima bantuan dobel, tak sedikit pula warga yang semestinya berhak menerima, tetapi justru luput dari pemberian bantuan bagi mereka yang terdampak Covid-19 tersebut.
Hal ini terungkap dalam acara ‘Rembug Desa Gubernur Jawa Tengah Bersama Lurah/ Kades se-kabupaten Klaten’ yang digelar secara daring oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah, Senin (2/8).
Sejumlah lurah/ kades di Kabupaten Klaten menyampaikan persoalan data tersebut langsung kepada Gubernur Jawa Tengah, salah satunya adalah Kades Tijayan, Kecamatan Manisrenggo, Joko Laksono.
Kepada gubernur, ia mengaku di desanya, penerima manfaat justru adalah warga yang –secara sosial dan ekonomi—lebih mampu dan Bahkan satu keluarga juga ada yang mendapatkan dobel, lebih dari dua bantuan.
“Bansos ki malah marai mumet pak gubernur (red; Bansos itu malah membuat pusing pk gubernur, karena datanya masih cukup semrawut,” ungkapnya kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang memang rutin menggelar rapat langsung dengan kades untuk mengetahui data akurat bansos langsung dari lapangan.
Joko mengaku, apa yang disampaikannya tersebut merupakan ‘curhat’ terkait dengan akurasi data penerima bansos Pemerintah Pusat yang ada di Desa Tijayan yang disebutnya tidak tepat sasaran.
Ia bahkan mengaku tidak peduli kalau curhat-nya tersebut akan bisa membuat Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini marah kepadanya. Namun apa yang disampaikannya tersebut realitasnya ada.
Seperti Bantuan Sosial Tunai (BST) di desanya tidak tepat sasaran. Ada beberapa data Keluarga Penerima Manfaat (KPM) --yang sudah diverifikasi dan dihapus karena dianggap sudah mampu-- justru kembali mendapatkan bantuan.
“Ada yang punya mobil lima, namanya muncul kembali dan masuk dalam KPM- BST, meskipun datanya sudah kita coret setelah dilakukan verifikasi. Tetapi pada penyaluran BST namanya muncul kembali,” tambahnya.
Hal itu memantik kecemburuan sosial bagi warga lain, yang semestinya berhak menerima BST. Yang membuat dirinya semakin bingung, ketika hal itu dianggap tidak tepat sasaran, bantuan tersebut juga tidak bisa dialihkan kepada mereka yang berhak.
Bahkan, ada juga cerita yang mengabarkan di Kecamatan Cawas, kadesnya dan sekretaris desa (sekdes) yang mendapatkan bantuan.
Tetapi mereka juga tidak bisa apa- apa, diambil tidak bisa bahkan dialaihkan juga tidak bisa. “Makanya, tolong pak gubernur, yang seperti ini sampaikan kepada bu Risma (red; Mensos, Tri Rismaharini),” tegas Joko.
Joko juga menceritakan kisah salah satu koleganya di Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas. Diceritakan, di desa itu seharusnya ada 261 KPM- Program Keluarga Harapan (PKH) yang berhak mendapatkan.
Tetapi data 40 KPM di antaranya dibatalkan. Padahal dari nama yang dibatalkan tersebut banyak jandanya. Masalah tersebut kemudian sudah diverifikasi dan juga sudah diusulkan untuk mendapatkan bantuan.
Tetapi dalam data yang diterima dari Pemerintah Pusat, yang keluar hanya nama- nama KPM yang sebenarnya sudah dicoret. “Jadi –seolah- olah-- seperti tidak ada upaya perbaikan, terkait dengan data penerima manfaat tersebut,” tandasnya.
Kesemerawutan data bansos dari Pemerintah Pusat juga diamini oleh salah satu kepala dusun (kadus) di Desa Borongan, Kecamatan Polanharjo, Suyuti.
Salah satu penyebabnya tak lain karena pihak pemerintah desa tidak pernah dilibatkan dalam penyususnan data tersebut, paling tidak diberikan kesempatan untuk ikut melakukan verifikasi data riil di lapangan.
Yang terjadi, penyaluran bantuan tersebut tidak sesuai. “Sehingga banyak yang dobel- dobel pak, ada yang sudah dapat PKH tapi masih dapat BST, bahkan ada satu rumahyang mendapatkan hingga lima bantuan,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga mengaku sudah banyak menerima laporan terkait data KPM BST yang tidak tepat sasaran. Menteri Kesehatan juga sudah menyampaikan, verifikasi dari daerah tidak sama dengan pusat.
“Maka sekarang saya tanyakan langsung kepada masing- masing kades, ternyata memang benar. Meski sudah dilakukan verifikasi data dari pisat belum berubah,” jelasnya.
Gubernur juga mengatakan sudah mengirimkan surat secara langsung kepada Mensos terkait dengaan pemasalahan data penerima bansos tersebut. “Termasuk minta seluruh data penerima BST dari Kemensos di Jawa Tengah itu siapa saja. Harapannya dapat diketahui mana data yang bermasalah dan mana yang tidak,” tegasnya.
Sebab, terkait dengan bansos, kades berada pada posisi yang sulit jika datanya tidak sama dengan yang mereka sampaikan. “Yang begini harus dibersihkan dan segera dibereskan agar bansos tidak berbuntut polemik di masyarakat,” tandas Ganjar.