Senin 02 Aug 2021 20:12 WIB

Benarkah Musik dan Segala yang Berkaitan dengannya Haram?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum musik

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum musik. Ilustrasi musik
Foto: Republika/Abdan Syakura
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum musik. Ilustrasi musik

Oleh : Direktur Aswaja Center PWNU Jawa Timur, KH Ma'ruf Khozin

REPUBLIKA.CO.ID, —Saya memberi pujian kepada para artis yang telah hijrah dan semoga tetap istiqamah dalam menyebarkan kebaikan dan terus mempelajari ilmu dalam Islam. 

Perdebatan tentang nyanyian yang meliputi banyak hal, mulai alat musiknya, suara, konten nyanyian, gerakan tubuh dan sebagainya, sebenarnya telah tuntas dikaji  para ulama kita sejak ratusan tahun silam, baik yang mengharamkan maupun yang membolehkan. 

Baca Juga

Kedatangan salafi ke negara kita dengan membawa banyak isu, di antara merambat ke masalah musik ini, mulai mengusik lagi perdebatan itu. Andaikan mereka menyampaikan kedua pendapat ulama di atas tentu tidak akan menjadi polemik, namun sudah menjadi tabiat mereka setiap masalah yang mereka yakini adalah yang paling benar dan pendapat yang lain pasti salah. Di sinilah tulisan saya berpihak. Yaitu menyeimbangkan antara yang mengharamkan dan yang membolehkan. 

Pendapat Musik Haram 

Tidak dimungkiri memang ada ulama yang berpendapat mengharamkan musik, baik dari kalangan sahabat, ulama mazhab, dan sebagainya. Di antara dalil ayat Alquran adalah surat Luqman ayat 6. 

Imam Ibnu Katsir banyak mengutip penafsiran lahwa al-hadits sebagai nyanyian dan alat musik. Namun ternyata Ibnu Katsir juga menampilkan penafsiran dari beberapa ulama ahli tafsir lainnya.

ﻭﻗﺎﻝ اﻟﻀﺤﺎﻙ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﻭﻣﻦ اﻟﻨﺎﺱ ﻣﻦ ﻳﺸﺘﺮﻱ ﻟﻬﻮ اﻟﺤﺪﻳﺚ} ﻳﻌﻨﻲ: اﻟﺸﺮﻙ. 

Adl-Dhahhak ketika menafsirkan firman Allah, "... Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah... " (QS Luqman: 6). Ia berkata maksudnya adalah "syirik".

ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﺑﻦ ﺃﺳﻠﻢ؛ ﻭاﺧﺘﺎﺭ اﺑﻦ ﺟﺮﻳﺮ ﺃﻧﻪ ﻛﻞ ﻛﻼﻡ ﻳﺼﺪ ﻋﻦ ﺁﻳﺎﺕ اﻟﻠﻪ ﻭاﺗﺒﺎﻉ ﺳﺒﻴﻠﻪ.

Demikian halnya yang dikatakan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam. Sementara Ibnu Jarir memilih pendapat bahwa yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah setiap perkataan yang menghalangi dari ayat-ayat Allah dan mengikuti jalan-Nya. (Tafsir Ibni Katsir 6/331)

Dalil hadits yang digunakan untuk mengharamkan musik adalah hadits Bukhari yang menyebutkan kalimat ma'azif. Langsung saja mereka memvonis keharaman musik. Padahal ulama memiliki banyak penafsiran tentang makna ma'azif:

ﻭﻫﻲ ﺁﻻﺕ اﻟﻤﻼﻫﻲ ﻭﻧﻘﻞ اﻟﻘﺮﻃﺒﻲ ﻋﻦ اﻟﺠﻮﻫﺮﻱ ﺃﻥ اﻟﻤﻌﺎﺯﻑ اﻟﻐﻨﺎء ﻭاﻟﺬﻱ ﻓﻲ ﺻﺤﺎﺣﻪ ﺃﻧﻬﺎ ﺁﻻﺕ اﻟﻠﻬﻮ ﻭﻗﻴﻞ ﺃﺻﻮاﺕ اﻟﻤﻼﻫﻲ ﻭﻓﻲ ﺣﻮاﺷﻲ اﻟﺪﻣﻴﺎﻃﻲ اﻟﻤﻌﺎﺯﻑ اﻟﺪﻓﻮﻑ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ ﻣﻤﺎ ﻳﻀﺮﺏ ﺑﻪ

Ma'azif adalah alat musik. Al Qurthubi mengutip dari Al Jauhari bahwa ma'azif adalah nyanyian, sedangkan yang terdapat dalam kitab Shihah-nya adalah alat musik. Ada yang mengatakan bahwa ma'azif adalah suara nyanyian. 

Dalam Hasyiah Ad Dimyati disebut bahwa ma'azif adalah gendang dan alat musik yang ditabuh. (Al Hafidz Ibnu Hajar, Fath Al-Bari 10/55)

Jika dimaknai sebagai alat musik nyatanya di dalam hadits sahih lainnya Nabi membolehkan terbangan. Maka makna ma'azif masih tetap dalam perdebatan.

Sekali lagi, keharaman musik..

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement