Senin 02 Aug 2021 21:30 WIB

Banyak yang Meninggal Saat Isoman, Tempat Tidur RS Ditambah

Banyak pasien yang tidak mendapatkan akses fasilitas kesehatan.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah pasien menjalani perawatan di tenda darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai, Riau, Selasa (27/7/2021). Tingkat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit tersebut sudah mencapai 100 persen karena ditempati oleh pasien COVID-19 sehingga pasien yang memiliki riwayat penyakit lain dirawat di tenda darurat agar tidak terinfeksi.
Foto: ANTARA/Aswaddy Hamid
Sejumlah pasien menjalani perawatan di tenda darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dumai, Riau, Selasa (27/7/2021). Tingkat keterisian tempat tidur (BOR) di rumah sakit tersebut sudah mencapai 100 persen karena ditempati oleh pasien COVID-19 sehingga pasien yang memiliki riwayat penyakit lain dirawat di tenda darurat agar tidak terinfeksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengakui saat ini angka penularan Covid-19 sudah menurun hampir 50 persen. Namun, angka kematian akibat Covid-19 masih cukup tinggi.

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, tingginya angka kematian pasien Covid-19 karena banyaknya pasien yang tidak mendapatkan akses fasilitas kesehatan. Akhirnya, banyak pasien yang memutuskan isolasi mandiri (isoman).

"Hal ini terjadi karena masih banyaknya masyarakat yang melakukan isolasi mandiri sehingga telat dilakukan perawatan intensif di rumah sakit yang akibatnya menyebabkan kematian karena saturasi oksigen mereka rata-rata di bawah 90," ujar Luhut saat konferensi pers, Senin (2/8).

Luhut menjelaskan, saat ini pemerintah menambah pusat isolasi terpusat di daerah dengan angka kematian yang tinggi. Pemerintah sudah menambah 49 ribu tempat tidur rumah sakit (RS) di wilayah Jawa dan Bali yang memang angka penularan dan angka kematiannya masih tinggi.

"Juga kita ingin menghindari orang yang bisa meninggal karena saturasi oksigen sudah turun dan mengalami pemburukan dan baru dibawa ke rumah sakit sehingga berpotensi menimbulkan kematian karena keterlambatan mendapatkan penanganan," ujar Luhut.

Luhut juga menjelaskan varian delta kali ini memang sangat cepat penularannya dan dampak pemburukan juga cepat. Varian Delta diketahui sangat cepat membuat penurunan saturasi oksigen orang yang terinfeksi.

"Isolasi terpusat bagi level desa, kecamatan, kabupaten, kota atau di level provinsi sangat penting untuk pasien-pasien berisiko tinggi ataupun yang di rumahnya ada ibu hamil, orang tua, orang komorbid," tambah Luhut.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement