Selasa 03 Aug 2021 10:06 WIB

Hakim Sarankan Warga Sheikh Jarrah Akui Tanah Milik Israel

Warga Sheikh Jarrah menolak tawaran yang diajukan hakim Israel.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Wanita mengambil bagian dalam demonstrasi di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem timur, di mana puluhan keluarga menghadapi penggusuran paksa dari rumah mereka oleh pemukim Israel, Jumat, 28 Mei 2021.
Foto: AP / Maya Alleruzzo
Wanita mengambil bagian dalam demonstrasi di lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem timur, di mana puluhan keluarga menghadapi penggusuran paksa dari rumah mereka oleh pemukim Israel, Jumat, 28 Mei 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Mahkamah Agung Israel menunda banding dari empat keluarga Palestina yang mengalami pengusiran paksa dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur. Keluarga itu menyatakan telah menolak proposal pengadilan yang mengizinkan keluarga tersebut tinggal berstatus sebagai penyewa dilindungi dan mengakui kepemilikan Israel.

Kasus-kasus yang diperiksa pada Senin (2/8) melibatkan empat keluarga Palestina, dengan jumlah total sekitar 70 orang.

Baca Juga

Pengadilan Israel yang lebih rendah telah menyetujui pengusiran empat keluarga untuk memberi jalan bagi pemukim Yahudi. Pengadilan memutuskan, rumah mereka dibangun di atas tanah milik orang Yahudi sebelum Israel didirikan pada 1948.

Namun menimbang banding terakhir, pengadilan menyarankan kesepakatan yang akan memberi mereka status sebagai penyewa dilindungi. Mereka diminta membayar sewa tahunan. Namun keluarga Palestina itu menolak proposal tersebut.

Hakim Isaac Amit meminta dokumentasi lebih lanjut dan berkata, "Kami akan menerbitkan keputusan nanti," tanpa menetapkan tanggal sidang berikutnya.

Aljazirah yang melaporkan dari pengadilan di Yerusalem Barat, mengatakan, hakim menawari keluarga Palestina opsi untuk menandatangani dokumen yang menyatakan bahwa tanah itu milik pemukim Yahudi. Sebagai imbalannya, mereka menjamin sewa rumah itu untuk tiga generasi berikutnya.

"Mereka memberi banyak tekanan pada kami untuk mencapai kesepakatan dengan pemukim Israel di mana kami akan menyewa dari organisasi pemukim. Tentu saja kami menolak,” kata Muhammad al-Kurd, salah satu dari empat keluarga Palestina yang mengajukan kasus pengusiran tersebut.

Seorang pengacara yang mewakili keluarga Palestina, Sami Ershied, mengatakan, proposal itu tidak dapat diterima. Dia mengatakan, selama ini tidak ada tawaran yang adil dan melindungi hak-hak warga. Oleh karena itu, tidak ada mencapai kompromi yang berhasil dicapai. Namun, Ershied mengatakan, sidang itu adalah sebuah kemajuan yang baik.

“Hakim mengindikasikan mereka akan mengundang kami untuk sidang kedua. Mereka belum menolak banding kami. Ini indikasi yang bagus. Kami berharap para hakim akan terus mendengarkan argumen kami," kata Ershied.

Ershied menambahkan, pengadilan akan memutuskan menjadwal sidang berikutnya. Menurutnya, sidang tersebut bisa diadakan dalam hitungan pekan atau bulan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement