REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Anggota Parlemen Korea Selatan (Korsel) mengatakan, Korea Utara (Korut) ingin sanksi-sanksi internasional yang melarang ekspor metal dan dan impor bahan bakar mentah dan kebutuhan lain dicabut. Sanksi perlu dicabut sebelum perundingan denuklirisasi dengan Amerika Serikat (AS) digelar kembali.
Pada Selasa (3/8) usai diberi pengarahan dari badan intelijen Korsel, para anggota parlemen tersebut mengatakan, Korut juga meminta sanksi-sanksi pada barang-barang mewah dicabut. Hal itu agar minum keras dan jas mahal dapat masuk ke negara itu.
Pengarahan ini diberikan satu pekan setelah dua negara Korea menyambungkan kembali saluran telepon antarnegara yang diputus tahun lalu. Anggota parlemen Korsel menambahkan Pemimpin Korut Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in ingin membangun kembali sikap saling percaya.
Pada 27 Juli lalu, Korut dan Korsel memperbaiki saluran telepon yang diputus Pyongyang tahun lalu ketika hubungan kedua negara memburuk. Keputusan untuk menyambungkan kembali saluran telepon ini diambil setelah Kim Jong-un dan Moon Jaein saling berkirim surat sejak bulan April lalu.
Saluran telepon tersebut perangkat yang menyambungkan kedua negara Korea. Tapi belum diketahui apakah koneksi tersebut berdampak berarti pada negosiasi denuklirisasi Semenanjung Korea.