Selasa 03 Aug 2021 17:15 WIB

Yunani Tutup 12 Sekolah Muslim Turki di Trakia Barat

Turki kecam Yunani atas penutupan sekolah yang layani warga Turki di Trakia Barat

Red: Christiyaningsih
Turki kecam Yunani atas penutupan sekolah yang layani warga Turki di Trakia Barat.
Turki kecam Yunani atas penutupan sekolah yang layani warga Turki di Trakia Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, KOMOTINI - Yunani pada Senin melanggar perjanjian lama dengan menutup 12 sekolah lagi yang melayani kelompok minoritas Muslim Turki di negara itu, dengan dalih jumlah siswanya terlalu sedikit.

Di bawah keputusan Kementerian Pendidikan, delapan sekolah di Rhodope (Rodop) dan empat sekolah di Xanthi (Iskece) di Trakia Barat akan ditangguhkan sementara – sebuah langkah yang diklaim Turki direncanakan secara sistematis dan sering kali terbukti berlangsung permanen.

Baca Juga

Sebanyak 132 sekolah minoritas di negara itu telah ditutup secara sistematis sejak 2011, dan jumlah sekolah yang beroperasi di provinsi Rhodope, Xanthi, dan Evros telah turun menjadi 103, di mana para pejabat mengutip dugaan kurangnya siswa sebagai alasannya.

Orang Turki di Yunani Marah

Keputusan Yunani untuk menutup sekolah minoritas adalah bagian dari "upaya terencana dan jahat terhadap minoritas," kata Dewan Konsultasi Minoritas Trakia Barat Turki dalam sebuah pernyataan.

Dewan itu menekankan pendidikan minoritas dilindungi oleh perjanjian internasional, terutama Perjanjian Lausanne 1923, dan protokol yang ditandatangani antara Turki dan Yunani.

"Kami ingin menekankan kekecewaan dan protes kami terhadap praktik anti-demokrasi di negara kami, Yunani. Pemerintah saat ini tidak peka terhadap tuntutan adil yang telah disuarakan selama bertahun-tahun mengenai pendidikan minoritas," lanjut pernyataan dewan itu.

"Keputusan penutupan sekolah yang diumumkan tahun ini diterbitkan pada saat seluruh wilayah sedang berlibur. Ini sama saja memperjelas bahwa keputusan itu adalah bagian dari upaya terencana dan jahat terhadap Minoritas Turki Trakia Barat," ujar mereka.

"Kami mengutuk dan tidak menerima perlakuan seperti ini, yang tidak cocok untuk hubungan antar manusia maupun untuk demokrasi pluralis," tegas dewan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement