REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rasulullah SAW adalah sosok pemaaf. Sikap tersebut sangat beliau tekankan kepada umatnya.
Hal ini diungkapkan pakar tafsir dan fiqih yang juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran, Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Alquran (LP3iA) Narukan, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha, dalam halal bi halal bersama Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama yang disiarkan virtual melalui akun resmi YouTube Official LP3iA, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.
Begitupun Rasulullah yang dengan mudah memaafkan Datsur bin Harits seorang pemimpin dari Bani Tsa'labah yang sangat membenci Rasulullah dan ajaran Islam sehingga bermaksud membunuh Rasulullah.
Karenanya menurut Gus Baha, sikap mau memberi, memaklumi, dan memaafkan sangat penting dalam menjalani hidup.
"Jadi cerita-cerita seperti ini juga ada dalam khazanah kita, sehingga membentuk perilaku-perilaku kiai Indonesia itu toleransinya luar biasa. Itulah yang membuat kita bisa hidup berbangsa dan bernegara. Jadi memaafkan itu kata kunci bersosialisasi baik dengan keluarga, dengan tetangga, dengan semua warga Indonesia," kata Gus Baha.
Dalam kitab As Syifa yang menjelaskan tentang kelebihan-kelebihan Rasulullah SAW dijelaskan bahwa di antara pokok dari sifat dasar Nabi Muhammad SAW adalah pemaaf.
Seperti dikisahkan dalam satu waktu, Rasulullah mengalami luka yang disebabkan serangan musuh. Lalu ada seorang sahabat meminta agar Rasulullah melaknat orang-orang yang telah menyakitinya.
Namun, Rasulullah menjawab bahwa dia diutus Allah SWT bukan untuk menjadi pelaknat melainkan menyampaikan dakwah dengan baik dan menjadi rahmat. Bahkan Rasulullah mendoakan orang-orang yang telah melukainya agar mendapat hidayah.