Rabu 04 Aug 2021 05:55 WIB

Kapankah Ibadah yang Kita Lakukan Cacat Meski Sah?

Ibadah haruslah disandarkan kepada Allah SWT semata

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ibadah haruslah disandarkan kepada Allah SWT semata. Ilustrasi ibadah
Foto: ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Ibadah haruslah disandarkan kepada Allah SWT semata. Ilustrasi ibadah

REPUBLIKA.CO.ID, – Umat Islam yang beribadah kepada Allah SWT karena sesuatu, bukan ikhlas karena-Nya adalah mereka yang belum menghayati perintah Allah yang tertuang dalam sifat-sifat-Nya.

Jika umat Islam tidak ikhlas beribadah kepada Allah, maka amal ibadahnya menjadi cacat.

Baca Juga

Hal tersebut dijelaskan Ibnu Athaillah As Sakandari dalam karyanya yang berjudul Al-Hikam. Ibnu Atha’illah berkata: 

من عبده لشيء يرجوه منه أو ليدفع بطا عته ورود العقوبة عنه فما قام بحق أوصا فه “Siapa yang beribadah karena mengharap sesuatu dari Allah atau untuk menghindari hukuman-Nya berarti belum menunaikan hak-hak sifat-Nya.”

Dalam syarahnya di kitab al-Hikam terbitan TuRos, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi menjelaskan bahwa ibadahnya menjadi cacat seperti itu dikarenaka  ia mengharap pahala dari Allah atau menghindari hukuman yang akan dijatuhkan-Nya di hari Akhir. Di sini, ia hanya ingin mendapat keuntungan pribadinya, berupa pahala atau terbebas dari siksa.

Lain halnya jika ia beribadah kepada Allah untuk mengagungkan dan memuliakan-Nya, serta menunaikan sifat-sifat terpuji-Nya yang tak seorang pun menandinginya. Saat itu, berarti ia telah melaksanakan hak sifat-sifat-Nya.

Menurut Syekh Abdullah, Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Daud AS, “Orang yang paling Kucintai ialah yang menyembah-Ku tanpa keinginan apa-apa, tetapi hanya ingin menunaikan hak-hak rububiyah-Ku.”

Dalam hadits juga disebutkan, “Janganlah seseorang dari kalian menjadi seperti hamba yang buruk; jika takut barulah ia bekerja. Jangan pula menjadi seperti seorang pekerja yang buruk; jika tidak diberi upah, tidak mau bekerja.” 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement