Rabu 04 Aug 2021 15:06 WIB

Survei: Ibu Sulit Pertahankan ASI Eksklusif Saat Pandemi

Banyak faktor yang membuat ibu sulit terus memberikan ASI eksklusif saat pandemi.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Ibu menyusui kesulitan mendapatkan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif sejak masa pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ibu menyusui kesulitan mendapatkan edukasi mengenai pemberian ASI eksklusif sejak masa pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 disinyalir memicu berkurangnya pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk bayi. Hal tersebut diungkap dalam studi terkini yang digagas oleh Health Collaborative Center (HCC).

Pemaparan studi seiring dengan momentum Pekan ASI Sedunia yang jatuh pada 1-7 Agustus 2021. Studi HCC menyoroti status kesiapan tenaga kesehatan layanan primer dalam mempertahankan ibu tetap memberikan ASI selama pandemi.

Baca Juga

Peneliti utama HCC, Ray Wagiu Basrowi, berupaya mengidentifikasi kesiapan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan layanan primer terkait perlindungan laktasi. Utamanya, selama gelombang kedua pandemi di Indonesia.

Pakar kedokteran komunitas itu melangsungkan penelitian bersama dua rekannya, yakni pakar kesehatan publik Levina Chandra Khoe serta ahli gizi Qisty Afifah Noviyanti. Hasil yang didapat cukup mengejutkan tim periset.

"Dari hasil penelitian kami, sebanyak 62 persen dokter, bidan, dan tenaga kesehatan layanan primer lainnya sulit mempertahankan ibu menyusui dan memberikan ASI eksklusif selama masa pandemi," ungkap Ray pada konferensi pers virtual, Rabu (4/8).

Tim mengidentifikasi empat faktor dominan yang menjadi penyebabnya. Pertama, 57 persen fasilitas kesehatan layanan primer tidak memiliki pelayanan perawatan ibu dan janin selama masa kehamilan (antenatal care) daring dan layanan telemedicine selama pandemi.

Kelas untuk ibu hamil dan ibu menyusui di Posyandu dan Puskesmas yang dianggap bukan layanan kesehatan esensial tutup selama pandemi guna menekan risiko infeksi Covid-19. Sementara, belum ada dukungan fasilitas tanpa tatap muka yang memadai.

photo
Pekan menyusui, Beragam kebaikan menyusui bagi ibu dan si bayi - (Republika)

Hal itu berisiko 1,4 kali lebih besar mengganggu pelayanan laktasi serta kesehatan ibu dan anak. Faktor kedua, sebanyak 66 persen tenaga kesehatan di layanan primer mengaku tidak pernah mendapatkan pelatihan menyusui khusus manajemen laktasi di masa pandemi.

Menurut tenaga kesehatan, yang ada hanya seruan, edaran, atau surat pemberitahuan sehingga mereka bingung menerapkannya. Kondisi demikian berisiko 1,2 kali lebih besar mengganggu pelayanan laktasi dan kesehatan ibu anak.

Faktor ketiga, sejumlah 42 persen responden mengakui tidak ada ketersediaan informasi tentang menyusui yang aman selama masa pandemi di fasilitas kesehatan tempat mereka bertugas. Keempat, 64 persen fasilitas kesehatan primer tidak memiliki fasilitas menyusui khusus pasien Covid-19.

Penelitian melibatkan 1.004 responden tenaga kesehatan yang terdiri dari 154 dokter, 758 bidan, dan 92 tenaga kesehatan lainnya. Mereka mengisi kuesioner daring selama periode Februari sampai Mei 2021.

Sebanyak 45 persen responden bertugas di Puskesmas, 25 persen di rumah sakit, dan 18 persen bidan praktik mandiri, berasal dari 25 provinsi se-Indonesia. Rata-rata masa kerja mereka antara delapan sampai 23 tahun.

Berdasarkan hasil riset itu, tim merekomendasikan agar praktik konsultasi pemberian ASI eksklusif selama pandemi terus dilakukan di fasilitas kesehatan. Jika tidak dimungkinkan, bisa melalui kunjungan rumah, atau via WhatsApp, SMS, serta telepon.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement