REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pejabat intelijen Amerika Serikat (AS) mengatakan Negeri Paman Sam tidak akan pernah membiarkan Korea Utara (Korut) memiliki senjata nuklir walaupun negara itu berambisi menjadi negara nuklir.
Pejabat Kantor Direktur Intelijen Nasional AS untuk Korut Sydney Seiler mengatakan maksud Korut, setidaknya untuk saat ini, diterima sebagai negara nuklir. Seiler mengatakan hingga saat ini Korut belum bersedia mengubah sikapnya.
"Di semua negosiasi kami telah menjelaskan. Apa yang kami harapkan dari Korut dan apa manfaatnya yang akan DPRK (Korut) dapatkan," kata Seiller dalam webinar yang digelar Washington Times Foundation dikutip dari Yonhap, Rabu (4/8).
"Namun sampai saat ini, rezim hanya tidak ingin mengambil jalur keluar ini," tambahnya.
Seiler mengatakan Korut memiliki banyak peluangan untuk melakukan denuklirisasi. Sebagai imbalannya, Korut mendapat insentif yang mereka inginkan seperti membaiknya hubungan dengan Amerika Serikat dan jaminan keamanan.
Namun Pyongyang 'menyia-nyiakan kesempatan untuk bergerak maju, memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat'. Ia mencontohkan pertemuan mantan presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong-un di Hanoi.
"Bagi saya seorang pengamat, pertemuan Februari 2019 menunjukkan sekali lagi, ketidaksediaan Korea Utara menempuh jalur denuklirisasi yang kredibel," katanya. Menurutnya Korut justru bersikeras untuk memiliki kemampuan nuklir.
"Ketika Anda melihat pola perilaku yang berkelanjutan ini, Anda tiba pada kesimpulang Pyongyang menghitung atau setidaknya rezim Kim menghitung, kelangsungan hidupnya tak ada hubungannya sama sekali dengan membaiknya hubungan dengan Republik Korea (Korea Selatan) dan bahkan tidak ada hubungannya dengan membaiknya hubungan dengan Amerika Serikat," katanya.
Pejabat intelijen AS itu berpendapat Korut memahami Korsel dan AS tidak akan pernah menyerang Korut. Sementara yang paling ditakuti ancaman dari dalam.
"Apa yang tidak dapat kami jamin ketika informasi sampai ke Korut dan rakyat Korut menginginkan kebebasan, ekonomi, dan politik dan eksisten yang lebih baik sampai ke titik di mana menjadi tantangan bagi rezim, tidak ada jaminan kami dapat mencegah itu," katanya.
"Jadi apa yang anda lihat di Korut adalah kemampuan yang dirancang untuk memastikan kelangsungan rezim Kim. Tidak perlu baik bagi negara tapi memang tidak dimaksudkan untuk itu, dimaksudkan untuk melindungi sistem dan melindungi rezim," tambah Seiler.
Namun AS tetap tidak dapat menerima nuklir Korut. Ia membeberkan tiga alasannya.
"Itu mengabaikan sekutu Republik Korea, itu memproklamasikan kami telah menyerah pada prinsip non-proliferasi internasional, menjadi sinyal bagi negara lain 'apakah kami perlu memilikinya?' mereka bisa lolos dari itu," katanya.
Seiler mengatakan negara tetap membuka pintu dialog.