REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Keahlian (BK) DPR RI berdasarkan hasil kajiannya menyimpulkan bahwa dua calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas nama Harry Zacharias Soeratin, dan Nyoman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai seharusnya Komisi XI DPR langsung mendiskualifikasi calon anggota BPK yang tidak memenuhi syarat tersebut.
"Pertimbangan BK DPR terlihat cukup obyektif karena menilai kelayakan seseorang calon berdasarkan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam UU tentang BPK. Tentu saja syarat-syarat dalam UU BPK itu bukan hal yang remeh remeh untuk diabaikan begitu saja karena DPR tentu tak bisa dinilai melanggar UU. Jadi soal dua nama yang menurut BK DPR tak memenuhi syarat mestinya langsung didiskualifikasi dari proses pemilihan anggota BPK," kata Lucius kepada Republika.co.id, Rabu (4/8).
Menurutnya, jika DPR memaksakan kelanjutan proses bagi dua orang yang dinilai BK DPR tak memenuhi syarat, maka bisa dikatakan DPR melanggar UU. Sebab ketidaklayakan yang jadi alasan BK DPR berdasarkan syarat yang ditulis dalam UU BPK.
"Jika keduanya masih dipertahankan, bukan hanya pelanggaran atas UU BPK, kepentingan tersembunyi DPR atas kedua orang tersebut juga bisa jadi alasan lain," ucapnya.
Dirinya menjelaskan, adanya kepentingan-kepentingan tersembunyi DPR memang tak terhindarkan dalam proses pemilihan anggota BPK. Hak penuh DPR untuk memilih anggota BPK membuat proses seleksi dan juga hasilnya memang tak akan mungkin tanpa unsur kepentingan dari DPR.
"Lihat saja pada proses pemilihan terdahulu yang selalu berakhir dengan terpilihnya kolega DPR sendiri entah sesama anggota DPR atau orang yang punya kemampuan memengaruhi partai untuk mendapatkan dukungan," ujarnya.
Lucius menambahkan, ketika pemilihan anggota BPK tergantung penuh pada DPR maka sulit untuk menghindari keterpilihan politisi sekaligus hasil yang kompromistis. Dengan modal hasil pemilihan yang kompromistis dan politis sulit berharap banyak pada anggota BPK untuk bekerja independen.
"Dengan semua potensi kekurangan proses pemilihan anggota BPK melalui DPR, saya kira menjadi penting bagi publik untuk memastikan kontrol terhadap figur-figur yang mengikuti seleksi di DPR, dan kontrol itu kali ini dipermudah ketika ada kajian BK DPR atas calon-calon anggota BPK," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa proses seleksi calon anggota BPK yang dilakukan DPR harus mengacu pada UU. DPR tak bisa memilih kandidat yang secara administratif melanggar ketentuan.
"DPR tak bisa memaknai kewenangan mereka menyeleksi anggota BPK dengan menempatkan UU di bawah kendali mereka. DPR hanya menjadi alat untuk memilih figur yang dianggap layak sesuai dengan apa yang diatur oleh UU," ucapnya.