REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Pengadilan Austria, Kamis (5/8), mengungkapkan penggerebekan yang dilakukan polisi tahun lalu terhadap aktivis dan akademisi Muslim guna memerangi terorisme adalah tindakan melanggar hukum.
Juru bicara Pengadilan Tinggi Graz Elisabeth Dieber mengatakan, pihaknya mendapat pengaduan dari sembilan orang yang rumahnya digeledah polisi pada 9 November 2020. Polisi beralasan, para aktivis Muslim tersebut memberikan dukuangan finansial untuk terorisme dan memiliki hubungan dengan organisasi teroris.
Namun, tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh pengadilan. Dieber menyebut penggerebekan itu tidak sah.
Pengadilan juga menyinggung tuduhan jaksa yang mengatakan aktivis Muslim adalah anggota kelompok Palestina Hamas dan Ikhwanul Muslimin. Padahal kelompok Ikhwanul Muslimin tidak dianggap sebagai organisasi teroris di Austria.
Sebelumnya, polisi Wina pada 9 November menggerebek 60 alamat dan menahan 30 aktivis dan akademisi Muslim dalam operasi yang dijuluki Operasi Luxor dengan tuduhan mendirikan organisasi teroris, dukungan keuangan untuk terorisme, pembentukan kejahatan terorganisir, dan pencucian uang. Dikutip Daily Sabah, Kamis (5/8), polisi menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap orang-orang yang dikenal masyarakat dan memperlakukan mereka sebagai teroris.
Hal ini tentu menimbulkan reaksi dari berbagai kelompok. Banyak organisasi non-pemerintah, jurnalis, dan penulis menyerukan masalah ini segera diklarifikasi.
Kekuatan polisi yang berlebihan selama penggerebekan telah meninggalkan bekas pada anggota keluarga yang menjadi sasaran kekerasan oleh aparat keamanan. Lebih dari 10 anak mulai menerima perawatan kesehatan mental setelah operasi. Sementara 30 orang yang ditahan dan keluarganya itu juga mengalami kesulitan keuangan selama dua bulan terakhir karena rekening bank mereka diblokir.