REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud menilai, tekanan kelompok Hizbullah untuk memaksakan kehendaknya adalah alasan utama krisis di Lebanon, Rabu (4/8). Beirut menghadapi krisis akibat berbagai masalah ekonomi dan politik yang tidak mendapatkan titik temu.
Pangeran Faisal mengatakan, Riyadh khawatir tidak ada hasil nyata yang dicapai dalam penyelidikan ledakan pelabuhan Beirut yang menghancurkan sebagian besar ibu kota setahun lalu. Dia mengatakan, bantuan apa pun ke Lebanon akan dikaitkan dengan reformasi serius di sana.
Setahun lalu ledakan keras menghantam Beirut disebabkan sejumlah besar amonium nitrat yang disimpan di pelabuhan selama bertahun-tahun. Hingga saat ini tidak ada pejabat senior yang dimintai pertanggungjawaban.
Investigasi terhenti dengan permintaan yang ditolak untuk mencabut kekebalan dari politisi senior dan mantan pejabat. Semua orang yang dicari untuk diinterogasi oleh penyelidik Lebanon telah membantah melakukan kesalahan.
Pada saat ledakan tahun lalu, Lebanon sudah menghadapi kesulitan yang semakin dalam karena krisis keuangan yang disebabkan korupsi dan pemborosan negara selama beberapa dekade. Kehancuran memburuk sepanjang tahun lalu dengan elit pemerintahan gagal membentuk kabinet baru untuk mulai menangani krisis bahkan ketika kemiskinan telah melonjak dan obat-obatan serta bahan bakar telah habis.