REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sudah menjadi kebiasan bagi Umat Muslim yang taat puasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Adakah arti khusus dari tiga tanggal tersebut?
Peneliti Rumah Fiqih Ustaz Isnan Ansory Lc.M.Ag menyampaikan, puasa pada tanggal 9 Muharram disebut dengan puasa Tasu’a. Dan puasa pada tanggal 10 Muharram disebut dengan puasa Asyura’.
"Para ulama sepakat bahwa puasa Asyura’ adalah puasa yang sudah disyariatkan dalam ajaran Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sebelum disyariatkannya puasa Ramadhan," katanya.
Namun ketika Nabi hijrah ke Madinah dan mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada Asyura’, lantas Nabi memerintahkan para shahabat untuk berpuasa Asyura’ dengan disandingkan puasa satu hari sebelumnya (tasu’a) atau satu hari setelahnya (11 Muharram).
Dasar disunnahkannya puasa pada hari-hari tersebut sebagaimana berikut:
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قال: قال رَسُول اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «هَذَا يَوْمُ عَاشُورَاءَ وَلَمْ يَكْتُبِ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، وَأَنَا صَائِمٌ، فَمَنْ شَاءَ، فَلْيَصُمْ وَمَنْ شَاءَ، فَلْيُفْطِرْ» (رواه البخاري)
Dari Mu’awwiyah bin Abi Sufyan - radhiyallahu ‘anhu -: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - bersabda: Ini hari Asyura’, dan Allah tidak mewajibkan puasa kepada kalian di hari itu, sedangkan saya berpuasa, maka siapa yang mau berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang mau berbuka (tidak berpuasa) hendaklah ia berbuka.” (HR. Bukhari)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -، أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ، وَجَدَهُمْ يَصُومُونَ يَوْمًا، يَعْنِي عَاشُورَاءَ، فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى، وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ، فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ، فَقَالَ «أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ» فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ(رواه البخاري)
Dari Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu - beliau berkata: “Ketika Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan puasa Asyura’, beliau pun bertanya, "apa ini?". Mereka menjawab: "Ini hari baik, hari dimana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa berpuasa pada hari itu. Maka Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - menjawab: Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian, maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan puasa tersebut.” (HR. Bukhari).
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa setelah Nabi tahu bahwa orang-orang Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura’, lantas Nabi mensunnahkan pula puasa pada tanggal 9 atau 11 Muharram. Hal ini dilakukan agar berbeda dengan praktek puasa orang-orang Yahudi. Namun jika, pada tanggal 9 Muharram telah berpuasa, maka itu sudah cukup.
عَنْ أَبي غَطَفَانَ بْنَ طَرِيفٍ الْمُرِّيَّ، يَقُولُ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا -، يَقُولُ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - (رواه مسلم)
Dari Abu Ghathafan bin Tharif al-Murri, ia mendengar Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu - berkata: Saat Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - berpuasa di hari Asyura’ dan memerintahkan shahabat untuk berpuasa juga, para shahabat berkata: Ya Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nashoro. Lalu Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - bersabda:
“Tahun depan insyaAllah kita akan berpuasa pada hari kesembilan (tasu’a’/9 Muharram).” Ibnu Abbas ra berkata: "Belum sampai ke tahun depan Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - telah wafat.” (HR. Muslim).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ، وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ، صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا، أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا» (رواه أحمد)
Dari Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu -: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - bersabda: “Berpuasalah pada hari Asyura', tapi berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi. Maka berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR. Ahmad).
Ustaz Isnan mengatakan, adapun keutamaan puasa tersebut adalah bisa menghapus dosa-dosa manusia selama setahun yang telah lalu.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: قَالَ رَسُولُ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «ثَلَاثٌ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، فَهَذَا صِيَامُ الدَّهْرِ كُلِّهِ، صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ، وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ» (رواه مسلم)
Dari Abu Qatadah - radhiyallahu ‘anhu -: Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wasallam - bersabda: Puasa tiga hari setiap bulan, dan Ramadhan ke Ramadhan; ini semua terhitung puasa seumur hidup (dahr). Puasa hari Arafah itu menghapukan dosa tahun sebelum dan sesudahnya. Dan puasa hari Asyura itu menghapus dosa tahun sebelumnya. (HR. Muslim).