REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik resmi merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2021. Pertumbuhan tercatat kembali ke level positif sebesar 7,07 persen (year on year/yoy) atau 3,31 persen (quartal to quartal/q-toq).
Dicapainya level positif mengeluarkan Indonesia dari masa resesi ekonomi akibat pertumbuhan minus yang terjadi berturut-turut sejak kuartal II 2020. Meski demikian, Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan, pertumbuhan tersebut belum masuk pada kondisi normal seperti sebelum pandemi.
"Sudah positif ada perbaikan, namun ini belum kembali seperti pada pra Covid-19," kata Margo dalam konferensi pers virtual, Kamis (5/8).
Dia menjelaskan, salah satunya terlihat dari situasi penciptaan lapangan pekerjaan saat ini yang belum pulih. Lapangan usaha sektor pertanian, perdagangan, dan industri yang biasanya menjadi penyerap terbanyak lapangan pekerjaan juga menjadi sektor yang pertumbuhannya paling kecil.
Tercatat, pertanian pada kuartal II hanya tumbuh 0,38 persen, industri 6,58 persen, serta perdagangan 9,44 persen. Angka itu jauh lebih kecil dibanding sektor lainnya seperti transportasi yang tumbuh 25,1 persen dan akomodasi makan minum 21,58 persen.
Margo mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 yang tumbuh signifikan, selain ditopang oleh perbaikan aktivitas ekonomi masyarakat, ditopang oleh rendahnya basis data pembanding kuartal II 2020 yang rendah. Saat itu, pertumbuhan ekonomi anjlok hingga 5,32 persen.
Pertumbuhan pada kuartal III tahun ini akan sangat tergantung pada penanganan kesehatan yang makin baik. Pasalnya, hal itu berbanding lurus dengan mobilitas masyarakat termasuk dalam aktivitas ekonomi.
Dia menjelaskan, sesuai tren tahun-tahun sebelumnya, kuartal III seharusnya mengalami peningkatan dari kuartal II. Namun itu terjadi jika pola-pola yang memicu peningkatan akvitias ekonomi juga membaik.
Namun, diketahui pada kuartal III, tepatnya sejak 3 Juli 2021 hingga 9 Agustus mendatang pemerintah menerapkan PPKM darurat atau Level 4 dan 3. Ia mengatakan, belum dapat memastikan seberapa besar dampak dari kebijakan tersebut.
"Seharusnya kuartal III itu membaik kalau pola-polanya membaik, tapi kalau terbatas ya bisa menjadi berbeda," ujarnya