REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pandemi Covid 19, membuat banyak masyarakat yang harus kehilangan orang yang dicintainya. Termasuk harus kehilangan orang tua.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat, Siska Grefianti, pihaknya saat ini baru memiliki data kasus anak aparatus sipil negara (ASN) di Jabar yang kehilangan orang tuanya.
"Perhari ini data di kami ada 66 anak terdampak karena meninggalnya ASN di Jabar yang merupakan orang tua mereka sebanya 34 orang ASN. Kalau data dari kabupaten/kota masih direkap," ujar Siska kepada Republika, Kamis (5/8).
Menurut Siska, anak ASN yang kehilangan orang tuanya berusia dari 7 sampai 28 tahun. Selain itu, ada yang masih dalam kandungan.
Saat ini, kata dia, kabupaten/kota yang sudah melakukan terobosan terkait anak yang kehilangan orang tua akibat Covid 19 ini, baru Karawang. Yakni, Bupati Karawang memberikan beasiswa untuk anak-anak yang orang tuanya meninggal karena pandemi.
"Khusus untuk Pemprov Jabar, kami mendapat data dari BKD ada 35 ASN yang meninggal karena Covid 19 dengan jumlah anak yang terdampaknya ada 66 orang," paparnya.
Siska mengatakan, untuk penanganan anak ASN tersebut, karena semuanya memiliki Taspen maka ada pemberian santunan ke ahli waris yang meninggal tersebut oleh PT Taspen. "Karena kan setiap bulan kan ASN membayar premi untuk tabungan pensiun. Nah nilai santunannya relatif tergantung golongan dan masa kerja," katanya.
Menurut Siska, DP3AKB sendiri selama Covid 19 memang banyak menerima keluhan masyarakat bahwa ada anak yang orang tuanya meninggal jadi menarik diri dari lingkungannya, menjadi pendiam dan sebagainya.
"Ini kami tindak lanjuti dengan membuka hotline kami. Sebetulnya, hot line sudah ada, dan ada beberapa kasus yang kami proaktif juga. Hotlinenya SAPA (sahabat perempuan dan anak) 129 atau ke UPTD PPA 085222206777," katanya.
Siska menjelaskan, SAPA tersebut merupakan layanan konseling. Jadi, ada psikolognya. "Bentuk layanannya ada yang secara online, ada yang di Whats App, atau bisa menelepon," katanya.
Saat ini, kata dia, pihaknya sedang menangani beberapa kasus anak yang kehilangan orang tua akibat pandemi ini. Namun, saat konseling pihaknya harus berkoordinasi dengan keluarga.
"Karena ada anak yang kehilangan langsung ayah dan ibunya. Kami bisa mendata karena tercatat sebagai ASN tapi kalau masyarakat umum datanya ada di kabupaten /kota. Kalau hotline, siapa pun yang mengakses akan kami layani untuk umum," paparnya.
Layanan hotline, kata dia, sebenarnya sudah dipakai oleh anak-anak yang terdampak Covid 19. Layanan trauma heeling ini, tak bisa sekali pendampingan jadi harus melibatkan keluarga besarnya.
Siska mengatakan, pihaknya terus melakikan pendataan untuk anak terdampak pandemi Covid 19 karena orang tuanya meninggal. Yakni, menunggu data dari kabupaten/kota.
"Kami bekerja sama dengan Kemenkes juga ada layanan 119#9. Khusus untuk data ini sedang di himpun karena tak semuanya lapor," katanya.
Dalam memberikan layanan konseling, kata dia, DP3AKB bekerja sama dengan himpunan psikolog Indonesia (Hipsi) karena kasus Covid 19 sedang tinggi.
"Kami menerima pengaduan Januari sampai Juni ada 215 kasus kekerasan dan Curhat. Tapi, sedang di pilah-pilah kasusnya karena kan tak hanya soal pandemi ada juga kasus lainnya," katanya.