REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu ajaran Bahai mulai menjadi diskusi publik sejak Menag Yaqut Cholil Qoumas mengucapkan selamat hari raya kepada penganut ajaran tersebut. Seperti apakah ajaran Bahai dalam pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI)?
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku sedang mengkaji kemungkinan keluarnya fatwa sebagai sikap atas ajaran Bahai.
Ketua Bidang Pengkajian dan Penelitian MUI, Prof Utang Ranuwijaya, menjelaskan pihaknya sudah mengajukan isu ini kepada pimpinan MUI untuk diberi fatwa. Kendati begitu, masih perlu pembahasan lebih dalam dan pencarian data-data lengkap sebelum akhirnya lembaga tersebut memberi sikap resminya.
“MUI belum mengeluarkan fatwa, tapi memang sedang dipikirkan. Kemarin dalam rapat komisi sudah dibicarakan dan sudah diusulkan kepada pimpinan untuk difatwakan, tapi pimpinan belum mengambil kesimpulan. Karena terlebih dahulu akan dilakukan kajian lebih mendalam lagi soal Bahai ini dari sumber primernya dan sementara ini kita baru dapat dari sumber sekundernya,” jelas Prof Utang Ranuwijaya, Kamis (⅝).
Menurutnya, diskusi soal ajaran Bahai di MUI sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Terakhir kali isu ini menjadi perbincangan publik adalah pada 2014, tapi bisa diredam sebelum MUI sempat mengeluarkan fatwa.
“MUI saat itu belum sempat mengeluarkan fatwa karena sudah bisa diredam dengan konferensi pers. Tapi kelihatannya sekarang sudah lebih menghangat lagi, jadi ada beberapa langkah yang akan dilakukan MUI,” katanya.
Prof Utang mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menggelar rapat gabungan antara komisi hukum dan fatwa. Hal ini karena banyaknya usulan dari Ormas Islam, tokoh agama hingga tokoh politik agar MUI mengeluarkan sikap.
Meski MUI belum mengeluarkan sikap resmi, Ia berpendapat secara historis ajaran ini adalah pecahan dari Syi’ah Itsna Asyariyah yang harus diwaspadai umat Islam. Karena ajaran ini memakai berbagai istilah atau cara ibadah seperti Islam yang akan membingungkan umat yang awam.
“Sekarang ini sepertinya sedang momentumnya, sedang memberi angin baik kepada mereka untuk berkembang leluasa. Apalagi di saat Covid-19 begini, perhatian masyarakat kita kan ke masalah-masalah sehari-hari yang dibutuhkan oleh mereka. Sehingga persoalan aliran ini mereka sedang lengah, bisa jadi dengan lengah itu kita tidak waspada sebenarnya ada orang yang sedang bergerilya menyebarkan paham yang sebenarnya menyesatkan umat,” jelasnya.