REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sejumlah pekerja di London, Inggris, mengaku tertekan untuk kembali ke kantor setelah lama bekerja dari rumah. Hal itu terungkap dari survei yang digagas oleh layanan kesehatan daring Lime.
Rasa tertekan rata-rata muncul ketika atasan membuat kebijakan mengakhiri praktik bekerja dari rumah. Meskipun, beberapa perusahaan besar di Inggris kini telah menerapkan kerja hibrida, gabungan bekerja di kantor dan rumah.
Sebanyak 40 persen karyawan menganggap bos dan perusahaan tidak memberikan cukup dukungan untuk kesehatan mental. Sekitar 43 persen mempertimbangkan mulai mencari pekerjaan baru jika itu terus berlanjut.
Satu dari lima orang yang disurvei mengaku mengalami stres berat dan khawatir itu akan terlihat oleh orang lain ketika mereka mulai bekerja di kantor. Sejumlah 26 persen peserta ragu bisa mengatasi kondisi itu.
Lebih dari sepertiga peserta juga tertekan saat memikirkan tentang kehidupan sehari-hari. Sebanyak 40 persen responden umumnya merasa dirinya kurang tangguh dibandingkan masa sebelum pandemi.
Kaum muda tercatat lebih banyak mengalami kondisi demikian. Sekitar 43 persen peserta perempuan berusia 16-24 tahun dan 49 persen pria berusia 16-24 tahun menganggap dirinya tidak setangguh sebelum pandemi.
Hanya 16 persen responden yang merasa kesehatan mental mereka didukung dengan sangat baik di lingkungan kerja. Responden berpendapat kesehatan mental akan terjaga jika atasan lebih memperhatikan beban kerja pegawai.
Selain itu, faktor keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi sangat berpengaruh. Responden mengharapkan adanya fleksibilitas jam kerja, waktu untuk menangani komitmen pribadi, dan hari libur yang memadai.
Pimpinan eksekutif sekaligus pendiri Lime, Shaun Williams, menyadari 18 bulan terakhir berdampak besar bagi karyawan. Kehidupan mereka terpengaruh, begitu pula kesehatan mental dan ketahanan menghadapi masalah.
Pandemi berpotensi memiliki dampak jangka panjang terkait karier dan pekerjaan. Menurut Williams, sangat penting bagi semua orang untuk memprioritaskan kesehatan mental diri sendiri dan orang-orang di sekitar.
Dia memahami para pengusaha dan bos punya banyak masalah dan membutuhkan semua tenaga kerjanya. Solusinya, perlu pendekatan unik untuk mengatasi tantangan kesehatan mental dengan peduli terhadap karyawan.
"Dengan memprioritaskan kesehatan mental di tempat kerja, kita dapat saling mendukung untuk menjadi sehat, tangguh, bahagia, dan seproduktif mungkin," ujarnya, dikutip dari laman The Gazette, Kamis (5/8).