REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah bukan hanya peristiwa yang berkaitan dengan perpindahan fisik. Jauh lebih dalam, peristiwa hijrah adalah proses menjalani perubahan dari suatu hal yang buruk menuju kepada hal yang lebih baik.
Syekh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam kitab Sirah Nabawiyah menjelaskan makna hijrah bukan sekadar upaya melepaskan diri dari cobaan dan cemoohan semata. Tetapi makna hijrah juga dimaksudkan sebagai batu loncatan untuk mendirikan sebuah masyarakat baru di negeri yang aman.
Oleh karena itu, kata dia, setiap Muslim harus mampu dan wajib ikut andil dalam usaha mendirikan negara baru tersebut. Mereka harus mengerahkan segala kemampuannya menjaga dan menegakkannya.
Tidak disangsikan Rasulullah SAW adalah pemimpin, komandan, dan pemberi petunjuk dalam menegakkan masyarakat ini di Madinah. Semua krisis dikembalikan kepada Nabi tanpa ada yang menentangnya.
Manusia yang Nabi Muhammad SAW hadapi di Madinah dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Keadaan yang satu berbeda jauh dengan keadaan yang lain. Tak hanya itu, Nabi juga harus menghadapi berbagai problem yang berbeda tatkala menghadapi masing-masing kelompok.
Tiga kelompok itu, antara lain rekan-rekannya yang suci dan baik, orang-orang musyrik yang sama sekali tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad SAW yang berasal dari berbagai kabilah di Madinah, serta kelompok orang-orang Yahudi.