Jumat 06 Aug 2021 13:00 WIB

Bagaimana Mengatasi Paparan Covid-19 pada Anak

Berkaca pada pengalaman menghadap pandemi Covid-10 pada anak-anak.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Subarkah
Siswa berusia 12-17 tahun melaksanakan vaksinasi di Al Mashduqi Boarding School, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Rabu (4/8).
Foto: Diskominfo Garut
Siswa berusia 12-17 tahun melaksanakan vaksinasi di Al Mashduqi Boarding School, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut, Rabu (4/8).

REPUBLIKA.CO.ID, Bila di awal pandemi banyak yang menganggap anak-anak lebih kebal terhadap virus Covid-19, ternyata berbeda di masa sekarang ketika virus Covid-19 asal India (Covid-19 Varian Delta) menyebar. Bahkan virus varian delta ini kini disebut sebagai penyebab meledaknya kasus Covid-10 di Asia, khususnya Asia Selatan dan Tenggara.

Kisah keganasan virus varian Delta tentu saja bisa menjadi pelajaran warga Indonesia. Bahkan kini, jumlah anak-anak yang dirawat karena Covid-19 di Amerika Serikat misalnya, di  Rumah Sakit Anak New Orleans, meningkat selama dua pekan terakhir. Kepala Dokter Rumah Sakit dr Mark Kline mengaku belum pernah melihat lonjakan kasus yang terjadi pada anak seperti saat ini.

“Kami tidak melihat anak-anak yang sakit pada tahun pertama pandemi, sebelum varian delta muncul,” kata Kline. Dokter di Orlando Health Arnold Palmer Hospital for Children Infectious Diseases di Florida juga melihat lonjakan serupa baru-baru ini. Direktur Medis Rumah Sakit dr Federico Laham mengatakan kasus meningkat selama dua pekan terakhir.

Seperti dilansir NBC News,terlepas dari peningkatan ini, Laham dan pakar penyakit menular pediatrik lainnya secara nasional mengatakan belum ada bukti kuat tentang varian delta lebih berbahaya pada anak-anak. Spesialis Penyakit Menular dr Bernhard Wiedermann menyebut terlalu cepat untuk memutuskan hal tersebut.

Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dr Rochelle Walensky mengatakan CDC sedang bekerja untuk menentukan apakah varian delta dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah pada anak-anak. Penelitian tersebut dipersulit karena adanya kombinasi peningkatan kasus dan pembatasan yang longgar pada penggunaan masker dan jaga jarak.

Untuk sekarang para ahli menyebut lonjakan kasus yang terjadi pada anak-anak disebabkan oleh hipertransmisi varian yang beredar dalam suatu populasi yang tidak divaksin. Sehingga kondisi ini menyebabkan seseorang rentan terhadap virus.

Selama ini anak-anak rentan terhadap Covid-19. Menurut data terbaru American Academy of Pediatrics, lebih dari 4,1 juta anak telah terpapar Covid-19 sejak awal pandemi, terhitung 14,3 persen dari semua kasus. Dari 15 Juli hingga 29 Juli, persentase itu naik menjadi 19 persen dari kasus yang dilaporkan pekanan.

Kline menjelaskan karena varian delta sangat menular, peningkatan kasus menunjukkan potensi virus bahkan pada anak kecil yang sehat. “Varian delta ini adalah mimpi terburuk spesialis penyakit menular,” ujar Kline.

Peningkatan kasus Covid-19 terjadi pada saat anak muda bersiap untuk menjalani sekolah tatap muka tanpa perlindungan tambahan dari masker. Terlebih, rumah sakit anak-anak juga sudah dibanjiri pasien yang sakit dengan virus pernapasan lain, seperti pilek parah, virus croup, dan respiratory syncytial (RSV).

Ahli Penyakit Menular Pediatrik Children’s Healthcare of Atlanta dr Evan Anderson memperingatkan konvergensi virus dapat membanjiri bangsal rumah sakit anak.

"Banyak rumah sakit anak-anak menjadi cukup penuh selama bulan-bulan influenza, RSV dan patogen pernapasan virus lainnya. Dengan lonjakan tambahan Covid-19, akan ada kekhawatiran besar tentang kapasitas rumah sakit,” ucap dia.

Dikutip NBC News, Jumat (6/8), para dokter anak mengkhawatirkan dampak meningkatnya kasus Covid-19 ditambah dengan virus lainnya. Juru Bicara Nasional American Academy of Pediatrics, Dr. Natasha Burgert, mengatakan anak-anak yang memiliki Covid-19 dan RSV tidak dalam kondisi baik. Bahkan flu saja bisa menyebabkan kematian pada anak-anak.

Burgert dan rekannya menunjukkan potensi anak-anak dengan Covid-19 untuk mengembangkan sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak atau MIS-C. Saat itulah anak-anak mengalami peradangan berbahaya di sekitar jantung dan organ lainnya, paling sering beberapa pekan setelah infeksi awal mereka.

Kerap kali pasien tidak menyadari mereka pernah terinfeksi karena gejalanya tidak ada atau sangat ringan. Ketika anak didiagnosis dengan influenza, dia jelas memiliki gejala dan dokter waspada terhadap komplikasi. Sementara itu, potensi Covid-19 untuk menghasilkan MIS-C berbeda.

“Pada awalnya anak terlihat baik-baik saja. Tapi tiga pekan kemudian dia sudah berada di ICU dengan kegagalan organ,” kata Dokter Anak dr Nicole Baldwin. Laham, di Orlando bersiap untuk menghadapi kasus seperti itu. “Begitu Anda memiliki gelombang aktivitas Covid di komunitas Anda, kami tahu tiga hingga empat pekan kemudian, kami mulai melihat anak-anak datang ke rumah sakit dengan gejala MIS-C,” ucap dia.

Bagaimana dengan Indonesia?

Jumlah anak-anak Indonesia berusia di bawah 18 tahun yang tertular Covid-19 terus bertambah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat lebih dari 50 ribu anak-anak Indonesia terinfeksi Covid-19 selama kurun waktu tiga pekan terakhir.

Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes, Erna Mulati. mengakui, terjadi peningkatan penularan Covid-19 pada anak-anak di Tanah Air. Terutama pada dua-tiga pekan terakhir.

"Dari data yang kami peroleh, lebih dari 50 ribu anak Indonesia usia 0 hingga 18 tahun terpapar Covid-19 selama awal Juli sampai 11 Juli. Ini jauh lebih besar dibandingkan bulan-bulan sebelumnya," ujarnya saat konferensi virtual Kemenkes mengenai Hari Anak Nasional, akhir Juli lalu.

Kemenkes meminta keluarga sebagai orang yang terdekat anak-anak tersebut berperan aktif dan mempunyai literasi yang cukup baik mengenai bagaimana menjaga kesehatan anak selama pandemi. Ia meminta, setiap keluarga, dalam hal ini orang tua sebagai orang dewasa yang ada di dekat anak-anak tersebut memberikan informasi yang mudah dimengerti dan benar terkait bagaimana pencegahan supaya anak-anak tersebut tidak terinfeksi virus tersebut.

Erna meminta orang tua tidak bosan mengingatkan anak-anak cara disiplin protokol kesehatan. Mulai dari mencuci tangan hingga tidak menyentuh wajah. Anak juga perlu diingatkan terus menerus mengenai penggunaan masker semaksimal mungkin, termasuk di rumah jika salah satu anggota keluarga melakukan isolasi mandiri atau salah satu anggota keluarga memiliki mobilitas yang cukup tinggi yang dikhawatirkan membawa virus.

"Orang tua atau keluarga bisa mengajarkan anak bagaimana menggunakan masker dengan benar dan juga melepas masker. Ini untuk anak-anak di atas usia dua tahun," katanya.

Kemudian,  dia melanjutkan, keluarga juga bisa membiasakan mencuci tangan dengan sabun atau dalam kondisi tertentu menggunakan penyanitasi tangan. Lalu ia meminta keluarga juga mengingatkan supaya buah hati supaya menjaga jarak, utamanya dia ketika berada di luar lingkungan anggota keluarganya dan lingkungan terdekat.

Selain itu, dia menambahkan, jika anak punya faktor risiko melakukan kontak erat dan tertular Covid-19 hingga menunjukkan gejalanya maka keluarga harus menghubungi pusat kesehatan masyarakat (puskemas) setempat. Sebab, ia menambahkan, tak menutup kemungkinan anak terinfeksi virus namun tanpa gejala sama sekali. Sehingga, anak yang terinfeksi Covid-19 akan menjadi sumber penularan bagi anggota keluarga lainnya tanpa disadari.

Sementara bagi anak yang mempunyai penyakit penyerta (komorbid) seperti penyakit kronis atau gizi buruk maka akan langsung memburuk kondisinya. Serta tidak menutup kemungkinan akan terjadi kematian pada anak.

Erni mengingatkan para orang tua dan keluarga bisa mengajarkan anak yang lebih besar yang sudah bisa mengerti supaya melakukan berbagai kegiatan hidup sehat, baik makanan, berjemur, hingga menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Yang tak kalah penting adalah anak-anak usia sekolah diaharkan untuk selalu berpikir positif.

"Kemudian keluarga juga memberi pengertian anak supaya menjaga diri untuk selalu berada di rumah dan menghindari bertemu teman-teman lainnya atau masyarakat secara umum," ujarnya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jasra Putra, mengatakan menjaga agar anak tidak tertular Covid-19 sangat tergantung dari dukungan lingkungan. Lingkungan sekitar anak perlu sadar dan memiliki keberpihakan pada anak.

"Lingkungan yang mengerti anak-anak dapat tertular Covid-19, dan begitu amat pentingnya vaksin sebagai prasyarat kehidupan mereka tetap terlindungi di era pandemi," kata Jasra, Jumat (23/7).

Ia mengatakan, protokol kesehatan sangat ditentukan oleh kedisiplinan orang tua ketika keluar dan masuk rumah. Orang tua perlu mengetahui risiko penularan klaster keluarga lebih tinggi. Sehingga, keluarga perlu menetapkan aturan ketat tentang kebersihan sebelum masuk rumah.

Jasra melanjutkan, disiplin antara anggota keluarga tentang protokol kesehatan juga menjadi hal utama. Perlu dibuat suatu mekanisme saling mengingatkan di tengah ruang keluarga.

"Hal tersebut bisa dilakukan dengan membuat kesepakatan bersama, dan anak-anak bisa diajak aktif menegakkan aturan tersebut, dengan aturan itu dibuat berbagai karya anak, dan ditempel dalam rangka mengingatkan protokol kesehatan," kata dia lagi.

Saat ini, angka kematian Covid-19 pada anak di Indonesia menempati posisi tertinggi di dunia. Hal ini sebagaimana diungkapkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) beberapa waktu lalu.

Covid-19 yang sebelumnya dianggap tidak berbahaya pada anak seketika berubah. Anak saat ini juga bisa terpapar Covid-19 dengan risiko gejala berat hingga meninggal. Oleh karena itu, vaksinasi pada anak perlu terus dilakukan dan ditingkatkan.

"Saat ini vaksinasi anak baru mencakup usia 12 sampai 17 tahun. Dengan target kepada 26,7 juta anak. Sedangkan yang sudah divaksin per 21 Juli 2021, vaksin pertama 540.018 anak," ungkap Jasra.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan masih banyak orang tua yang ragu untuk memvaksin anaknya melalui program vaksinasi anak 12 hingga 17 tahun di Indonesia. "Jadi sama seperti informasi yang diterima oleh orang tua, misalnya vaksin itu apakah betul memberikan efek keamanan, kemudian bagaimana efek sampingnya," katanya.

Vaksinasi anak penting karena berdasarkan data pemerintah sekitar 28 persen dari total populasi kelompok anak usia 7 hingga 12 tahun di Indonesia terpapar oleh Covid-19. Data tersebut disampaikan pejabat di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI.

"Kalau kita lihat secara kumulatif, anak-anak itu terpapar Covid-19 pada kelompok usia 7-12 tahun sekitar 28 persen dari seluruh anak-anak," kata Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, saat hadir secara virtual Dialog Kabar Kamis KPCPEN yang dipantau dari Jakarta, Kamis (22/7).

Woro mengatakan berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 dilaporkan angka kematian pada kelompok anak yang tertinggi di alami usia 0 hingga 2 tahun. Berdasarkan informasi tersebut, kata Woro, kelompok anak masuk dalam kriteria populasi yang juga memiliki risiko tinggi terpapar Covid-19.

"Sering kali kita berpikir bahwa Covid-19 itu kenanya hanya pada orang dewasa, karena pada waktu awal pandemi masih banyak yang beranggapan bahwa, amanlah anak-anak, mereka punya daya tahan tubuh yang lebih kuat. Tapi pada kenyataannya, data itu menunjukkan bahwa sekarang ini dengan jenis varian baru, rentan sekali anak-anak itu terpapar Covid-19," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement