Jumat 06 Aug 2021 14:31 WIB

76 Tahun Serangan Bom, Hiroshima Tuntut Setop Senjata Nuklir

AS menjatuhkan bom atom pertama di dunia di Hiroshima pada 6 Agustus 1945

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Warga berdoa untuk para korban bom atom Hiroshima dalam peringatan 76 tahun pengeboman, di Peace Memorial Park Hiroshima, 6 Agustus 2021.
Foto: EPA
Warga berdoa untuk para korban bom atom Hiroshima dalam peringatan 76 tahun pengeboman, di Peace Memorial Park Hiroshima, 6 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, HIROSHIMA - 76 tahun yang lalu, Hiroshima, kota di Jepang diserang bom atom oleh Amerika Serikat (AS). Pada peringatannya tahun ini, Wali Kota Hiroshima mendesak para pemimpin global bersatu menghilangkan senjata nuklir, sama seperti dunia bersatu melawan Covid-19.

Wali Kota Hiroshima, Kazumi Matsui, mendesak para pemimpin dunia berkomitmen pada perlucutan senjata nuklir seserius mereka mengatasi pandemi yang diakui masyarakat internasional sebagai ancaman bagi kemanusiaan. "Senjata nuklir, yang dikembangkan untuk memenangkan perang, merupakan ancaman pemusnahan total yang pasti bisa kita akhiri, jika semua negara bekerja sama," kata Matsui.

Baca Juga

"Tidak ada masyarakat yang berkelanjutan yang mungkin dengan senjata-senjata ini yang terus-menerus siap untuk pembantaian tanpa pandang bulu," ujarnya melanjutkan.

Perjanjian global tentang Larangan Senjata Nuklir mulai berlaku pada Januari setelah bertahun-tahun upaya warga sipil dan para penyintas bom atom atau hibakusha. Namun, sementara lebih dari 50 negara telah meratifikasinya, perjanjian itu terutama tidak memiliki kekuatan nuklir AS dan lainnya serta Jepang, yang mengandalkan payung nuklir AS untuk pertahanannya sejak perang berakhir.

Matsui memperbarui tuntutannya agar pemerintahnya sendiri segera menandatangani dan meratifikasi perjanjian tersebut dan bergabung dalam diskusi untuk memenuhi keinginan lama para penyintas bom atom. Dia juga menuntut Jepang menyediakan mediasi yang produktif antara negara-negara yang memiliki senjata nuklir dan non-nuklir.

Perdana Menteri Yoshihide Suga menghadiri upacara di Hiroshima, Kamis (5/8) waktu Jepang. Namun dalam pidatonya, dia tidak menyebutkan perjanjian itu dan justru menekankan perlunya pendekatan yang lebih realistis untuk menjembatani negara-negara yang memiliki senjata nuklir dan non-nuklir dan dengan memperkuat NPT.

Kemudian pada konferensi pers, Suga mengatakan dia tidak punya rencana untuk menandatangani perjanjian itu. "Perjanjian itu tidak memiliki dukungan tidak hanya dari negara-negara pemilik senjata nuklir termasuk Amerika Serikat, tetapi juga dari banyak negara yang tidak memiliki senjata nuklir," kata Suga. "Yang tepat adalah mencari jalan untuk secara realistis mempromosikan perlucutan senjata nuklir," ujarnya menambahkan.

Banyak orang yang selamat dari pengeboman Hiroshima memiliki luka dan penyakit yang berkepanjangan terkait dengan bom dan paparan radiasi. Mereka juga menghadapi diskriminasi dalam masyarakat Jepang. Pemerintah mulai mendukung secara medis para penyintas bersertifikat pada 1968 setelah lebih dari 20 tahun upaya para penyintas.

Pada Maret, 127.755 orang yang selamat, yang usia rata-ratanya sekarang hampir 84 tahun, disertifikasi sebagai hibakusha dan memenuhi syarat untuk dukungan medis pemerintah. Bulan lalu, Suga mengumumkan manfaat medis akan diberikan kepada 84 korban selamat Hiroshima yang ditolak bantuannya karena mereka berada di luar batas yang ditetapkan pemerintah.

Para korban terkena “hujan hitam” radioaktif yang turun di kota tersebut setelah pengeboman. Mereka berjuang dalam perjuangan hukum yang panjang agar masalah kesehatan mereka diakui.

Matsui mendesak pemerintah Suga untuk lebih memperluas dukungan dan memberikan bantuan yang murah hati dengan cepat menjangkau semua orang yang masih menderita efek fisik dan emosional dari radiasi, termasuk korban hujan hitam yang bukan bagian dari gugatan.

Upacara pada Kamis di Taman Peringatan Perdamaian Hiroshima diperkecil secara signifikan karena pandemi virus corona dan Olimpiade yang diadakan di Tokyo. Bahkan televisi nasional NHK dengan cepat beralih ke pertandingan setelah pidato utama.

AS menjatuhkan bom atom pertama di dunia di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 yang berimbas pada kehancuran seluruh kota dan membunuh 140 ribu orang. AS kemudian menjatuhkan bom kedua tiga hari kemudian di Nagasaki yang menewaskan 70 ribu orang lainnya.

Jepang menyerah pada 15 Agustus dan mengakhiri Perang Dunia II dan hampir setengah abad agresinya di Asia. Namun negara-negara menimbun senjata nuklir dalam Perang Dingin dan kebuntuan berlanjut hingga hari ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement